1.
1. DEFENISI PERWAKILAN DIPLOMATIK
Definisi perwakilan diplomatik adalah perwakilan
yang seluruh kegiatannya mewakili negaranya dalam menjalin dan menjalankan
hubungan diplomatik dengan negara penerima atau suatu organisasi internasional.
Hubungan diplomatik
adalah suatu hubungan yang dijalankan antara negara satu dengan negara lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan negaranya
masing-masing dalam berbagai bidang yang dibutuhkan oleh negaranya.
Di Indonesia sendiri perwakilan diplomatik
merupakan kedutaan Besar Republik Indonesia dan perutusan tetap Republik
Indonesia. Orang yang menjadi perwakilan diplomatik disebut sebagai Diplomat,
oleh karena itu seorang Diplomat harus memiliki keahlian public
speaking yang baik, sehingga bisa mempengaruhi orang lain, serta harus
memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas.
Berdasarkan pendapat dari Kepres No. 108 Tahun
2003, perwakilan diplomatik merupakan unsur kedutaan besar Republik Indonesia
yang resmi di mata hukum dengan tanggung jawab pada semua kawasan negara
penerima amanah dan organisasi internasional yang diwakilinya, dalam upaya
kepentingan bangsa dan Negara.
2. Kriteria Hubungan Diplomatik
Berikut
kriteria yang harus dipenuhi untuk memulai hubungan diplomatik.
1). Harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak
Hal
ini diuraikan secara tegas dalam Pasal 2 Konvensi Wina 1961, yang menyatakan
bahwa pembentukan hubungan diplomatik antara negara dilakukan dengan
persetujuan timbal balik. Artinya, permufakatan bersama itu dituangkan dalam
suatu bentuk persetujuan atau pernyataan bersama.
Terselenggaranya
hubungan diplomatik tersebut sudah tentu atas prakarsa dan kesepakatan
negara-negara yang bersangkutan untuk menjalin persahabatan antara keduanya
demi kepentingan masing-masing negara.
2). Melakukan hubungan atas prinsip hukum
Setiap
negara melakukan hubungan atau pertukaran perwakilan diplomatik didasarkan atas
prinsip-prinsip hukum yang berlaku, yaitu prinsip timbal balik.
Prinsip
kesepakatan bersama dan prinsip timbal balik merupakan dua pilar utama untuk
menegakkan hukum
diplomatik, dari dua aspek tersebut masing-masing pihak akan saling menjaga,
melindungi serta mengembangkan hubungan yang telah dibuat oleh kedua negara
tersebut.
Prinsip
ini berlaku secara universal. Apabila kesepakatan telah terjalin maka
kedua belah pihak dapat mengirimkan perwakilan diplomatiknya.
3
hal yang dimiliki perwakilan diplomatik yang tidak dimiliki oleh perwakilan
lainnya
Negara yang sudah diakui kedaulatannya mempunyai
personalitas hukum sehingga dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan
internasionalnya, negara-negara ini diberi beberapa hak sebagai suatu anggota
aktif masyarakat internasional yang salah satu hak nya adalah ‘Hak Legasi’ yang
mencakup dua aspek yaitu hak legasi aktif yang merupakan hak bagi suatu negara
untuk mengirim wakil-wakilnya ke negara lain dan hak legasi pasif yaitu hak
bagi negara untuk menerima utusan-utusan dari negara asing.
Dalam buku Hukum Internasional, Sri Setianingsih
menyebutkan bahwa Pada Abad 16 dan 17 dalam pergaulan masyarakat, negara sudah
dikenal semacam misi-misi konsuler dan diplomatik dalam arti yang sangat umum
seperti yang sekarang dikenal. Praktik dan kebiasaan itu kemudian oleh para
pakar hukum, seperti Gentilis, Grotius sampai kepada Bynkershoek dan Vattel
telah dirumuskan dalam sejumlah peraturan yang lambat laun menjadi norma-norma
dalam hukum diplomatik dan konsuler. Bahkan beberapa peraturan di antaranya
sudah mulai diundangkan sebagai hukum nasional seperti yang terjadi di Inggris
di mana telah ditetapkan undang-undang tentang kekebalan dan keistimewaan
melalui Queen Ann tahun 1708.
Telah terdapat sumber-sumber hukum
Internasional sesudahnya yang berhasil diterima dan disepakati, dokumen
tersebut merupakan sumber hukum internasional dalam Hukum Diplomatik yang tidak
hanya diratifikasi dan diakui oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
negara-negara berdaulat dan beradab lainnya, sumber hukum Internasional dalam
hukum Diplomatik adalah sebagai berikut :
·
Vienna Convention on Diplomatic
Relations and optional protokol to The Vienna Convention on Diplomatic
Relations Concerning Acquisition of Nationality 1961 /Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik tahun
1961;
Pada tanggal 2 Maret sampai 14 April 1961
diadakan Konferensi PBB di Wina dan berhasil mengesahkan Konvensi Wina 1961
tentang Hubungan Diplomatik yang terdiri dari 53 pasal, yang memuat
aturan-aturan penting sebagai sumber hukum dalam penyelenggaraan hubungan
diplomatik permanen antar negara. Selain Konvensi ini, pada saat yang sama
diadopsi dua Protokol Pilihan (Optional Protocol), pertama Protokol Pilihan
mengenai Perolehan Kewarganegaraan (Optional Protocol concerning Acquisition of
Nationality) dan kedua, Protokol Pilihan mengenai Keharusan untuk Menyelesaikan
Sengketa (Optional Protocol Concerning the Compulsory Settlement of Disputes).
Konvensi Wina 1961 dan kedua protokolnya dinyatakan sudah berlaku sejak tanggal
24 April 1964. Dengan berlakunya Konvensi Wina 1961, maka Konvensi ini akan
menjadi sumber hukum untuk pengiriman, penerimaan misi diplomatik;
prinsip-prinsip yang berlaku seperti prinsip normal and reasonable’ dalam
pembentukan perwakilan diplomatik; kekebalan dan keistimewaan misi diplomatik;
kekebalan dan keistimewaan yang dijamin Konvensi kepada para diplomat dan staf
lainnya, serta kepada anggota keluarga para diplomat dan staf pelayanan yang
bekerja pada mereka; apa kewajiban pada diplomat saat menjalankan tugas di
negara penerima, bagaimana pengaturan tentang konsep `inviolability (tidak
diganggu-gugatnya perwakilan asing), kapan ketentuan tentang persona grata dan
persona non grata dapat diberlakukan serta apa saja fungsi misi diplomatik.
·
Vienna Convention on Consular Relations
and Optional Protocol to The Vienna Convention on Consular Relations and
Optional Protocol to The Vienna Convention on Cansular Relations Concerning
Acquisition of Nationality 1963 /
Konvensi Wina tahun 1963 tentang Hubungan Konsuler;
Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler
terdiri dari 73 pasal yang memuat acuan tentang cara pembukaan hubungan
konsuler termasuk tugas konsul; ketentuan pemberian kekebalan dan keistimewaan
yang diberikan kepada perwakilan konsuler; ketentuan-ketentuan tentang konsul kehormatan
dan hak kekebalan dan keistimewaannya; ketentuan-ketentuan umum tentang
pelaksanaan tugas-tugas konsuler oleh perwakilan diplomatik dan ketentuan
penutup.
·
Convention on Special Mission New York
1969 / Konvensi PBB mengenai
Misi Khusus / Konvensi New York 1969.
Konvensi ini juga disebut Konvensi New York
1963 mengenai Misi Khusus. Sesuai dengan mukadimahnya, Konvensi mengenai Misi
Khusus merupakan pelengkap Konvensi Wina 1961 dan 1963 dan dimaksudkan untuk
memberi sumbangan bagi pengembangan hubungan baik semua negara, apapun sistem
perundang-undangan maupun sistem sosialnya. Konvensi New York 1969 dan Protokol
Pilihannya mengenai Kewajiban untuk Menyelesaikan Sengketa sudah berlaku sejak
21 Juni 1985.
Lebih lanjut Sri Setianingsih menyebutkan
Sumber Hukum dalam hubungan terkait hak legasi selain ketiga konvensi diatas
adalah :
·
Convention on the Privileges and
immunities of the United Nations 1946;
·
Convention on the Privileges and
Immunities of the Specialized Agencies 1947;
- Convention on the Prevention and
Punishment of Crimes against Internationally Protected Persons, including
diplomatic agents.
Berkaitan dengan tugas Perwakilan Diplomatik
sebagai perwakilan negara berdaulat maka mengutip Sri Setianingsih dalam
bukunya tugas perwakilan diplomatik adalah menjadi bentuk konkrit personifikasi
dari Negara, rakyat, bangsa dan kepala negaranya. Fungsi para diplomat adalah
untuk mewakili negaranya dan sebagai saluran komunikasi resmi antara
negara-negara pengirim dengan negara-negara penerima. Tugas suatu perwakilan
diplomatik menurut Konvensi Wina 1961 mencakup:
2.3. KORPS
PERWAKILAN DIPLOMATIK
Mengacu pada keputusan Kongres di Wina pada tahun
1961, disetujui adanya 3 tingkatan Kepala Perwakilan Diplomatik, berikut
urutannya:
1. Duta Besar (Ambassador)
Ambassador atau Duta Besar
Ambassador disebut juga sebagai Duta Besar adalah perangkat diplomatik paling
tinggi di Indonesia. Duta Besar adalah perwakilan tetap Republik Indonesia
ke luar negeri. B. Sen dalam bukuA Diplomat Handbooks’s of International Law
and Practice (1965) menyebutkan bahwa Duta Besar adalah perwakilan negara yang
diusulkan oleh menteri dan pejabat negara lainnya sesuai dengan konstitusi yang
berlaku. Minister Plenipotentiary and Envoy Extraordinary Minister
Plenipotentiary and Envoy Extraordinary atau menteri berkuasa penuh dan duta
luar biasa adalah perwakilan negara di bawah ambassador yang bersifat
sementara. Mereka memiliki hak keistimewaan diplomatik serta kekebalan hukum
yang lebih sedikit dari ambassador.2. Duta Berkuasa Penuh (Minister
Plenipotentiary)
Minister Plenipotentiary and
Envoy Extraordinary
Minister Plenipotentiary and
Envoy Extraordinary atau menteri berkuasa penuh dan duta luar biasa adalah
perwakilan negara di bawah ambassador yang bersifat sementara. Mereka memiliki
hak keistimewaan diplomatik serta kekebalan hukum yang lebih sedikit dari
ambassador.
Minister Resident
Minister resident atau
menteri residen adalah adalah menteri yang mengatur urusan negara di luar
negeri. Mereka mengurus urusan negara Indonesia di negara lain namun tidak
diperbolehkan mengadakan pertemuan resmi yang mengurus hubungan antarnegara.
Sehingga minister resident dihapuskan dari perangkat perwakilan diplomatik.
3. Kuasa Usaha (Charge d’affaires)
Charge d' Affaires atau
kuasa usaha tetap adalah pejabat dinas luar negeri yang diangkat oleh menteri
luar negeri. kuasa udaha tetap berhubungan langsung dengan menteri luar negeri
negara penerima untuk memimpin perwakilan diplomatik.
4. Atase-Atase
Atase-atase adalah pejabat
pembantu yaitu perwakilan diplomatik yang membantu Duta Besar. Menurut
Keputusan Presiden Republik Indonesia no.108 tahun 2003 tentang Organisasi
Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri pasal 1 ayat 11 dan 12 atase-atase
terdiri atas dua yaitu atase pertahanan dan atase teknis.
Atase pertahanan adalah perwira Tentara Nasional Indonesia yang
ditempatkan untuk melaksanakan tugas pertahanan. Adapun atase tekis adalah
pegawai negeri sipil yang ditempatkan untuk melaksanakan tugas di bidang
wewenang departemen atau lembaga pemerintahan non departemen.
4. Tugas
Perwakilan Diplomatik
Suatu negara pasti memiliki perwakilan diplomatik
untuk dikirimkan dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.
Perwakilan diplomatik biasanya disebut diplomat.
Tugas perwakilan diplomatik, baik itu seorang duta
besar ataupun pejabat diplomatiknya adalah untuk mewakili negaranya dan
bertindak sebagai suara dari pemerintahannya.
Selain sebagai penghubung antara pemerintah negara
penerima dengan negara pengirim, mereka juga bertugas untuk melaporkan mengenai
keadaan dan perkembangan di negara mana mereka ditugaskan.
Hal itu termasuk memberikan perlindungan terhadap
kepentingan negaranya dan warga negaranya di negara penerima, sedangkan fungsi
perwakilan diplomatik sebagaimana yang diatur dalam Konvensi Wina 1961 meliputi
beberapa tugas, yaitu:
- ·
Mewakili negaranya di
negara penerima.
- ·
Melindungi kepentingan
negara dan warga negaranya di negara penerima.
- ·
Melakukan negosiasi
dengan negara penerima.
- ·
Melaporkan kepada
negaranya mengenai keadaan dan perkembangan negara penerima.
- ·
Meningkatkan hubungan
persahabatan dan pengembangan hubungan ekonomi, kebudayaan, dan ilmu
pengetahuan.
Suatu perwakilan diplomatik dari negara pengirim
membutuhkan suatu jaminan agar misi diplomatiknya yang sedang dilaksanakan
dapat berjalan lancar dan sesuai dengan harapan dari negara pengirim.
Oleh karena itu, suatu misi diplomatik atau fungsi
konsuler diberikan hak-hak khusus. Dikutip dari Hubungan Diplomatik Teori
dan Kasus oleh Sumaryo Suryokusumo, hak-hak tersebut adalah hak kekebalan
dan hak keistimewaan.
Prinsip untuk pemberian hak kekebalan dan hak
keistimewaan yang khusus semacam itu telah dilakukan oleh negara atas dasar
timbal balik.
Hal itu dipergunakan untuk menjamin agar perwakilan
diplomatik atau fungsi konsuler di suatu negara dapat menjalankan tugas misinya
secara bebas dan aman.
5. Fungsi Perwakilan Diplomatik
Setelah mengetahui definisi dari perwakilan diplomatik,
kita akan sama-sama membahas tentang fungsi dari perwakilan diplomatik. Berikut
ini adalah beberapa fungsi perwakilan diplomatik.
- Menjaga seluruh
kepentingan negara pengirim perwakilan diplomatik dan warga negaranya di
negara penerima, dalam batas-batas yang diizinkan oleh hukum
internasional.
- Mengadakan persetujuan
dengan pemerintah negara penerima.
- Memberikan keterangan
tentang kondisi serta perkembangan negara penerima dengan cara yang
diizinkan oleh Undang-Undang, kemudian melaporkan kepada pemerintah negara
pengirim.
- Menjaga hubungan
persahabatan antara kedua negara (negara pengirim dan negara penerima) dan
mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan serta ilmu pengetahuan.
6. Tugas Perwakilan Diplomatik
Seperti tadi yang sudah dijelaskan sebelumnya,
perwakilan diplomatik di Negara Republik Indonesia berbentuk Kedutaan besar
Republik Indonesia (KBRI) yang ditempatkan pada suatu negara tertentu.
Perwakilan diplomatik memiliki beberapa tugas pokok, diantaranya sebagai
berikut:
- Menyelenggarakan hubungan
dengan negara lain atau hubungan kepala negara dengan pemerintah asing
(membawa suara resmi dari negara asalnya)
- Mengadakan perundingan
masalah-masalah yang dihadapi oleh kedua negara (negara pengirim dan
negara penerima) dan berusaha untuk menyelesaikannya
- Mengurus kepentingan
negara serta warga negaranya di negara lain
- Apabila dirasa perlu,
perwakilan diplomatik dapat bertindak sebagai tempat pencatatan sipil,
pemberian pospos dan sebagainya.
Berkaitan dengan tugas Perwakilan Diplomatik
sebagai perwakilan negara berdaulat maka mengutip Sri Setianingsih dalam
bukunya tugas perwakilan diplomatik adalah menjadi bentuk konkrit personifikasi
dari Negara, rakyat, bangsa dan kepala negaranya. Fungsi para diplomat adalah
untuk mewakili negaranya dan sebagai saluran komunikasi resmi antara
negara-negara pengirim dengan negara-negara penerima. Tugas suatu perwakilan
diplomatik menurut Konvensi Wina 1961 mencakup:
· 1. Mewakili negaranya di
negara penerima.
Dalam kaitannya pada tugas pertama ini
bertolak dari Konvensi Wina 1961 yang mengatur bahwa perwakilan
diplomatik berfungsi mewakili negara pengirim di negara penerima dan bertindak
sebagai saluran untuk melakukan hubungan resmi antara kedua negara. Para wakil
negara tersebut adalah wakil resmi dari pemerintahnya. Dengan surat kepercayaan
(credential) yang telah diserahkan kepada kepala negara dari negara penerima
pada saat kedatangannya di negara penerima, menunjukkan secara jelas posisinya
atas nama kepala negaranya (negara pengirim) kepada kepala negara dari negara
penerima.
Secara fundamental Dr. Umar Suryadi Bakry
dalam bukunya Dasar-Dasar Hubungan Internasional menyebutkan hakikat diplomasi
adalah kegiatan berkomunikasi di antara para diplomat profesional yang mewakili
negaranya masing-masing, di mana pada umumnya kegiatan itu dilakukan untuk
memperjuangkan kepen-tingan nasional negaranya masing-masing. Diplomasi dapat
pula mem-bahas isu-isu penciptaan perdamaian (peace-making), perdagangan,
perang, ekonomi, budaya, lingkungan, dan HAM. Perjanjian-perjanjian
internasional biasanya juga dinegosiasikan oleh para diplomat sebelum disahkan
dalam forum lebih tinggi (misalnya KTT atau pertemuan tingkat menteri). Dalam
arti informal dan sosial, diplomasi adalah pekerjaan yang penuh kebijaksanaan
untuk mendapatkan keuntungan strategis atau menemukan solusi yang dapat
diterima secara timbal balik atas suatu tantangan bersama, dengan menggunakan
seperangkat ungkapan pernyataan yang sopan dan tidak konfrontatif.
·
2Perlindungan kepentingan
negara pengirim di negara penerima dan kepentingan warga negaranya, dalam
batas-batas yang diperbolehkan oleh hukum internasional.
Tugas untuk perlindungan
kepentingan-kepentingan negara pengirim, baik kepentingan politik, kepentingan
yang terkait perdagangan, di negara penerima, dipercayakan kepada misi
diplomatik. Kepentingan suatu negara dalam hubungan dengan negara-negara lain
sangat bervariasi, dapat mengenai masalah teritorial, penerbangan, bea masuk,
pertahanan, investasi dan fasilitas-fasilitas untuk warga negaranya. Untuk itu,
wakil diplomatik harus melakukan langkah-langkah yang mungkin untuk melihat
adanya manfaat-manfaat di negara penerima yang dapat diperoleh oleh negaranya.
Selain itu juga bagaimana negaranya dapat memperoleh kepercayaan dari negara
penerima, atau produk-produk dari negaranya diperbolehkan masuk ke negara
penerima, atau warga negaranya mendapat izin bertempat tinggal,menjalankan
perdagangan, menanam uangnya di negara penerima.
Secara fundamental Dr. Umar Suryadi Bakry
dalam bukunya Dasar-Dasar Hubungan Internasional menyebutkan dalam kegiatan
rutin hukum internasional dalam saling ketergantungan ekonomi, sosial, dan
teknis, serta berbagai institusi internasional fungsional yang mengatur itu
semua. Semua itu mensyaratkan adanya kesadaran sosial internasional, sebiah
sentimen komunitas di seluruh dunia, persepektif dari Martin Wight dalam hal
ini menekankan pentingnya peranan hukum internasional dalam ‘masyarakat
internasional’ tak ubahnya seperti masyarakat lain yang memiliki sistem aturan
yang menetapkan hak dan kewajiban bagi anggota-anggotanya, sehingga pengaturan
hukum internasional dalam hubungan antar negara tidak lepas dari pengaturan
atas aktifitas yang dimaksud untuk perlindungan kepentingan negara pengirim di
negara penerima dan kepentingan warga negaranya, dalam batas-batas yang
diperbolehkan oleh hukum internasional
·
3. Melakukan negosiasi
dengan pemerintah negara penerima.
Mr. Lansing Sekretaris Negara dari Pemerintah
Amerika Serikat menyatakan bahwa kepentingan antar negara dewasa ini melalui
perwakilan diplomatik lebih banyak berkaitan dengan perdagangan, finansial, dan
masalah industrial. B. Sen menyatakan bahwa fungsi misi diplomatik adalah untuk
mewakili negara pengirim, melindungi kepentingan-kepentingan negaranya dan
warga negaranya, melakukan negosiasi dengan pemerintah negara penerima,
melaporkan semua masalah yang penting kepada negaranya dan meningkatkan
hubungan bersahabat di antara kedua negara. Misi diplomatik juga harus berusaha
mengembangkan kerja sama yang bermanfaat bagi negaranya (negara pengirim) di
bidang perdagangan, keuangan, ekonomi, perburuhan, penelitian ilmiah dan
pertahanan, sesuai perintah yang diterima dari negaranya (negara pengirim).
Dalam melaksanakan semua fungsi diplomatik tersebut, Kepala Perwakilan
diplomatik akan dibantu oleh anggota staf diplomatik dan para atase, misalnya
atase perdagangan, perburuhan, pertahanan.
Dalam melaksanakan fungsi negosiasi, misalnya
saat pemerintah negaranya berkehendak untuk membuat perjanjian dengan
pemerintah negara penerima, apakah perjanjian persahabatan, perdagangan, mutual
assistance, ekstradisi, sering kali diawali dengan negosiasi-negosiasi, yaitu
mengadakan preliminary sounding dan exploratory talks, yang dilakukan oleh para
diplomat. Sementara negosiasi yang nyata mengenai materi perjanjiannya akan
dipercayakan kepada suatu misi khusus, terutama apabila menyangkut
masalah-masalah bersifat teknis, misalnya perjanjian di bidang standarisasi
makanan dan minuman, maka tim kerjanya adalah dari departemen teknis. Dalam
kasus di mana pemerintah suatu negara tidak menghormati kekebalan dan
keistimewaan warga negaranya di negara penerima, juga jika warga negaranya di
negara penerima diperlakukan semena-mena, semua adalah tugas perwakilan diplomatik
untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah negara penerima.
Dr. Umar Suryadi Bakry dalam bukunya
Dasar-Dasar Hubungan Internasional menyebutkan negosiasi berkaitan dengan
komunikasi dengan pihak lain. Dalam konteks hubungan internasional, Oxford Dictionary
memberi arti diplomasi sebagai manajemen hubungan internasional dengan cara
negosiasi. Diplomasi dapat pula diartikan sebagai profesi, aktivitas, atau
keterampilan mengelola hubungan inter-nasional, biasanya melalui perwakilan
suatu negara di luar negeri. Ernest Satow mendefinisikan diplomasi sebagai
penerapan dari kecerdas-an dan kebijaksanaan untuk melaksanakan
hubungan-hubungan resmi antarpemerintah dari negara-negara berdaulat.
·
4. Memperoleh semua
kepastian dengan cara yang sah tentang keadaan dan perkembangan di negara
penerima dan melaporkannya kepada negara pengirim.
Pelaksanaan tugas ini berkaitan dengan tugas
perlindungan terhadap warga negaranya masing-masing secara meluas, pada umumnya
menyangkut masalah imigrasi, perdagangan, tempat tinggal, pariwisata,
perlindungan terhadap warga negaranya yang menderita kekerasan atas badan, jiwa
dan hartanya di negara penerima. Dalam upaya memberi perlindungan terhadap
warga negaranya dan menjamin warga negaranya dapat masuk di negara lain
diperlukan langkah-langkah untuk menjamin kepastian dengan cara yang sah,
kadang kala negara-negara membuat suatu perjanjian persahabatan atau perjanjian
lain yang dapat menjamin hak warga negaranya untuk masuk di negara penerima.
Sebagai contoh, banyak warga Negara Indonesia yang bekerja sebagai TKI di
Malaysia, maka jika para TKI tersebut menghadapi masalah maka adalah tugas
perwakilan diplomatik RI di Malaysia untuk memberikan bantuan. Contoh lain,
warga negara warga negara dari negara-negara yang tergabung dalam Persemakmuran
Inggris, sampai sekarang, diperbolehkan masuk dan bertempat tinggal di Inggris
untuk waktu yang tidak dibatasi. Selain itu, perwakilan diplomatik juga dapat
menjalankan fungsi-fungsi konsuler, misalnya dalam pembuatan akta-akta notaris.
Tugas notariatan ini mencakup pencatatan kelahiran, kematian dan perkawinan,
menyelenggarakan pencatatan kewarganegaraan, otentikasi surat-surat penting,
legalisasi dokumen-dokumen penting yang akan dipergunakan untuk urusan litigasi
di negara lain harus disahkan oleh kantor perwakilan negaranya, mengeluarkan
paspor dan visa.
Berkaitan dengan pelaporan perkembangan negara penerima
untuk dilaporkan kepada pemerintahnya, tugas ini harus dilakukan dengan cara
yang tidak melanggar hukum dan sah yang bila dilanggar dan dilakukan dengan
cara bertentangan dengan hukum maka bisa dikenakan deklarasi persona non grata.
Persona Non Grata berkaitan dengan diterima
atau tidaknya perwakilan dari negara pengirim oleh negara penerima. Negara
penerima mempunyai hak untuk menolak menerima seorang wakil diplomatik dari
negara pengirim dan menyatakan persona non grata, bahkan setelah kedatangannya
di Negara penerima. Di lain pihak, seperti diatur dalam Pasal 4 (1) Konvensi
Wina 1961, bahwa negara pengirim harus memperoleh kepastian bahwa calon duta
besar yang diusulkan negara pengirim harus telah memperoleh agrement atau
agreation dari negara penerima. Jika calon duta besar dari negara pengirim
tersebut telah memperoleh agrbnent dari negara penerima, hal itu dinyatakan
sebagai persona grata.
Lebih lanjut Syahmin AK menyebutkan bahwa
prakteknya setiap diplomat harus mengikuti situasi dan kondisi dalam negeri
negara penerima, dengan memperhatikan berbagai berita, dan meneliti kebenaran
berita itu melalui pembicaraan dengan para pejabat pemerintah. Laporan hasil
penemuannya itu dikirimkan kepada pemerintah negara pengirim melalui fasilitas
yang diizinkan oleh negara penerima. Lazimnya melalui diplomatic bag atau
kantong diplomatik. Boleh juga menggunakan jasa kurir diplomatik dan
pemberitaan dalam sandi (kode). Hanya pemasangan dari penggunaan alat komunikasi
radio atau wireless transmitter saja memerlukan izin khusus dari negara
penerima. Dengan kata lain, yang dimaksud dengan cara yang sah di sini dalam
rangka melaporkan hasil pengamatan dan pembicaraan dengan para pejabat mengenai
situasi dan kondisi yang penting melalui fasilitas yang diizinkan oleh negara
penerima.
·
5. Meningkatkan hubungan
persahabatan antara negara pengirim dan negara penerima serta mengembangkan
hubungan ekonomi, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan.
Pada tingkat universal, kerja sama
antarnegara di bidang politik, sosial, ekonomi, kebudayaan, keamanan serta
bidang-bidang lainnya sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kemajuan bagi
masing-masing Negara. Hubungan kerja sama antar negara tersebut juga dilakukan
seiring dengan prinsip-prinsip dan tujuan dari Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa baik mengenai persamaan kedaulatan negara-negara, pemeliharaan
perdamaian dan keamanan nasional (Pasal 1 dan 2 Piagam PBB). Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa Pasal 1 ayat (3) menyatakan antara lain bahwa
motivasi untuk melakukan hubungan antar negara dapat dilakukan dengan membina
kerja sama antarnegara, yang meliputi berbagai aspek seperti politik, ekonomi,
sosial, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan keamanan.
Tugas untuk meningkatkan hubungan
persahabatan ini merupakkan hal prinsipal dalam melaksanakan tugas-tugas yang
telah disebutkan diatas dan menjadi prinsip-prinsip dasar yang perlu di
sublimasi dalam motivasi negara-negara yang melakukan hubungan berkaitan dengan
hak legasi berkaitan politik, ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan,
teknologi, dan keamanan, motivasi itu juga harus sesuai dengan tujuan-tujuan
dan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB, untuk membina kerja sama internasional
dalam memecahkan masalah-masalah internasional di bidang ekonomi, sosial,
kebudayaan, atau yang bersifat kemanusiaan dan dalam usaha-usaha memajukan dan
mendorong penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan yang
mendasar bagi umat manusia tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa, atau
agama.
Lebih lanjut Syahmin AK menyebutkan berkaitan
dengan fungsi ke-5 ini, yaitu sebagai hal yang penting juga diperhatikan
terutama dipandang dari segi politik internasional, karena menyangkut cita-cita
pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Dalam hubungan ini,
kegiatan Spionase, Pencurian dokumen negara, dan mencampuri urusan dalam negeri
negara lain adalah melanggar hukum internasional. Di samping itu, jelas
merupakan tindak pidana dalam suasana hukum nasional. Kembali kepada pengertian
kekebalan diplomatik, masih terdapat satu pengertian klasik dalam teori hukum
international Publik yang berasal dari satu putusan pengadilan Inggeris, yaitu
perkara Dickinson vs Del Solar 1931. Dalam perkara ini Robert Edmud Dickinson,
yang bertindak sebagai penggugat untuk meminta ganti kerugian kepada tergugat
Emilio Del Solar –Sekretaris I Kedutaan Besar Peru untuk London–, sehubungan
dengan luka yang dideritanya disebabkan oleh kelalaian mengendarai mobil yang
harus dipertanggung-jawabkan Del Solar. Alasannya ialah Del Solar dianggap
tunduk pada yurisdiksi pengadilan Inggris, karena ada nota resmi dari Duta
Besar Peru di London. bahwa dalam kasus ini Del Solar melepaskan (waiver)
kekebalan dari keistimewaan diplomatiknya. Meskipun perkara ini bersifat
perdata, namun terdapat satu pernyataan dalam keputusan pengadilan London yang
dalam penafsirannya tentang kekebalan diplomatik, ternyata berpengaruh pada
doktrin internasional. Pernyataan pengadilan itu berbunyi: “kelonggaran diplamatik
tidak memberikan kekebalan terhadap tanggungjawab hukum, melainkan hanya
memberikan pembebasan dari yurisdiksi pengadilan setempat’ . Dalam hubungan
ini, diketahui ada salah seorang pakar hukum internasional Inggeris yang
mendukung pernyataan pengadilan Inggeris di atas, yaitu Max Sorenson, dengan
mengatakan: „… diplomats are not above the law in force in the receiving State
” (” para diplomat tidaklah berdiri di atas hukum yang berlaku di negara
penerima …. “).
Dengan demikian berdasarkan pendapat yang
berdasarkan sumber hukum Internasional diatas kami simpulkan bahwa diplomat
tetap memiliki kewajiban untuk menghormati hukum setempat (negara penerima),
terlepas dari adanya kekebalan dan keistimewaan dari tugas perwakilan diplomat
yang tidak dimiliki perwakilan lainnya. Dengan strategisnya tugas dari
perwakilan diplomatik sebagaimana disebutkan diatas yang bahkan dapat
melaksanakan tugas dari perwakilan lainnya dalam kondisi tertentu, maka
terdapat keistimewaan dari tugas Perwakilan Diplomatik yang tidak dimiliki
perwakilan lainnya, adapun mengutip pernyataan dalam usaha memahami dan
menelaah tentang status diplomatik sebagaimana dikemukakan oleh Syahmin AK,
yang berbunyi sebagai berikut :
Menelaah
tentang status diplomatik, pertama-tama yang segera muncul adalah persoalan
kekebalan diplomatik. Akan tetapi, hendaknya jangan dulu pengertian ini
dianggap sebagai privileges yang bersifat absolut dalam arti melekat mutlak
pada pribadi sang diplomat, hanya karena ia mempunyai status diplomatik yang
diakui oleh pemerintah Indonesia. Yang tepat adalah kekebalan diplomatik itu
mempunyai sifat fungsional. Artinya, setiap diplomat menikmati kekebalan demi
kelancaran pelaksanaan fungsi perwakilan diplomatik negaranya secara efisien di
negara penerima. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa maksud dan tujuan
pemberian -kekebalan dan keistimewaan diplomatik itu bukan untuk keuntungan
pribadi, melainkan untuk menjamin pelaksanaan fungsi perwakilan diplomatik
secara efisien.
7. HAK IMUNITAS DIPLOMATIK
Perkembangan hukum
Internasional selalu menghasilkan kebutuhan-kebutuhan baru yang berdampak pada
perkembangan hukum internsional. Ini juga memberikan tuntutan kepada kehidupan
bernegara untuk bisa membangun relasi demi terjalinya kerjasama untuk bisa saling
melengkapi kebutuhan setiap negara (Hata, 2012: 3). Perkembangan ini kemudian
berpengaruh terhadap perkembangan hukum internasional (Thontowi dan Iskandar,
2006: 2). Salah satu instrumen hukum yang dihasilkan adalah hukum diplomatik,
dengan pengaturan lebih lanjut terdapat di dalam Konvensi Wina 1961. Konvensi
Wina sebagai sumber hukum diplomatik telah memberikan ispirasi bagi seluruh
negara-negara di dunia dalam melaksanakan hubungan diplomatik mereka.
Diplomasi diartikan sebagai : The conduct by government
officials of negotiations and other relations between nations; the art of
science of counducting such negotiations; skill in managing negotiations,
handling of people so that there is little or no ill-will act. Dari definisi
tersebut, dapat diketahui bahwa tindakan oleh perjabat pemerintah tentang
perundingan dan hubugan lain antar negara, ilmu pengetahuan tentang negosiasi,
keterampilan mengelola negosiasi, penanganan individu sehingga tidak ada
tindakan buruk yang dilakukan, semua itu dapat diartikan sebagai diplomasi.
Perwakilan diplomatik sangat dibutuhkan sebagai perwakilan negara dengan tugas
dan fungsi untuk melakukan kerjasama antar negara dalam menjaga perdamaian
dunia demi kesejahteraan umat manusia berdasarkan kemerdekaan dan keadilan
sosial.
Fungsi perwakilan diplomatik terdapat dalam Pasal 3
Konvensi Wina 1961 tentang Perwakilan Diplomatik, fungsi tersebut adalah
merepresentasikan negara pengirim, melindungi kepentingan negara pengirim dan
warga negaranya, melakukan negosiasi, membuat laporan keadaan dan perkengangan
negara penerima serta meningkatkan hubungan kedua negara dalam bidang ekonomi,
kultur dan sains. Perwakilan diplomatik tentunya memiliki kekebalan-kekebalan
yang diatur diatur dalam Konvensi Winal 1961 pada Pasal 29 secara jelas mengatur
tentang kekebalan pribadi yang dimiliki oleh seorang diplomat, yang meyebutkan
: “Pejabat diplomatik tidak boleh diganggu-gugat; Pejabat diplomatik tidak
boleh ditangkap dan ditahan; Negara penerima harus memperlakukannya dengan
penuh hormat dan mengambil langkah yang layak untuk mencegah serangan atas
diri, kebebasan dan martabat seorang diplomat”. Tidak hanya seorang diplomat
atau konteks berbicara tentang individu tetapi juga tempat ataupun kantor
seorang diplomat (Syafiza K., dkk, 2014: 45).
Jika dilihat berdasarkan teori yang berkembang terdapat 3
macam teori yang menjadi landasan pemberian kekebalan dan keistimewaan bagi
seorang diplomat (Lasut W, 2016: 71). Teori tersebut diantaranya : Pertama, Exterritoriality Theory yang
menjelaskan bahwa seorang pejabat diplomat dianggap tidak berada di negara
penerima melainkan berada di dalam negara pengirim, meskipun kenyataanya dia
berada di wilayah negara penerima. Kedua, Representative
Character Theory. “Par im parem non
habet imperium” artinya, negara yang berdaulat tidak dapat menjalankan
yurisdiksi terhadap negara berdaulat lainya. Oleh karena itu, pejabat
diplomatiknya harus diberi hak kekebalan dan hak keistimewaan. Ketiga, Functional Necessity Theory, teori ini
memberikan suatu dasar dan secara tersirat diatur di dalam Konvensi Wina 1961,
seperti yang tertera dalam pembukaan atau preambulnya pada alinea ketiga yang
berbunyi: “The purpose of such previleges and immunities is not benefit
individuals but not to ensure the efficient performance of the functions of
diplomatik missions as representing state” (Setyo Widagdo dan Hanif Nur
Widhiyanti, 2008: 72-78). Teori ini memberikan suatu ketentuan bahwa seorang
diplomat dalam melaksanakan tugasnya harus dilaksanakan tanpa gangguan,
sehingga tugas yang dijalankan dapat dikerjakan secara efektif dan efisien.
Mengenai kekebalan diplomatik ini, penulis menjabarkan
sebagaimana diatur di dalam Pasal 22 sampai Pasal 33 Konvensi Wina tentang
Hubungan Diplomatik. Kekebalan tersebut antara lain : Kekebalan pribadi pejabat diplomatik, kekebalan keluarga pejabat
diplomatik, kekebalan yurisdiksi, kekebalan dari kewajiban menjadi saksi di
pengadilan, kekebalan gedung perwakilan diplomatik dan tempat kediaman wakil
diplomatik. Kemudian mengenai hak istimewa yang di berikan kepada
perwakilan diplomatik sebagai berikut : Bidang pajak dan iuran, pembebasan dari
bea cukai dan bagasi, pembebasan dari kewajiban keamanan sosial, pembebasan
dari pelayanan pribadi, pembebasan dari kewarganegaraan. Hak kekebalan dan
keistimewaan yang diberikan kepada perwakilan diplomatik sebagaimana diatur di
dalam ketentuan Konvensi Wina Tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik, ini juga
terdapat di dalam perwakilan negara, tidak terkecuali perwakilan diplomatik
Korea Utara.
(baca : https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150310111140-113-37968/selundupkan-emas-diplomat-korut-diusir)
Contoh terhadap kasus yang dilakukan
oleh perwakilan diplomatik Korea Utara yang telah menyalahgunakan hak kekebalan
yang diberikan, dikarenakan telah menyeludupkan emas sebesar 27 kg (global
Liputan6.com). Jika kita melihat terhadap kasus tersebut, maka terhadap hak
kekebalan yang dimiliki oleh perwakilan diplomatik Korea Utara dalam kasus ini,
adalah dengan adanya keterkaitan dengan pemeriksaan kantong diplomatik Korea
Utara, sebagaimana tercantum di dalam Pasal 27 ayat (3) Konvensi Wina yang
menyatakan “the diplomatic bag shall not be opened or detained”. Oleh karena
itu perwakilan diplomatik Korea Utara berhak untuk menolak saat barang
bawaannya akan diperiksa oleh petugas di Bandara Bangladesh. Perwakilan
diplomatik Korea Utara memiliki kekebalan yurisdiksional sebagaimana dalam
Pasal 31 ayat (1) Konvensi Wina yang menyatakan bahwa suatu agen diplomatik
kebal dari yurisdiksi kriminal negara penerima.
Agen tersebut kebal dari yurisdiksi sipil dan
administratif kecuali dalam hal : Pertama, suatu perkara yang berhubungan
dengan barang-barang tetap yang terletak di dalam wilayah negara penerima,
tanpa ia memegangnya itu untuk pihak negara pengirim untuk tujuan-tujuan missi.
Kedua, suatu perkara yang berhungan dengan suksesi dimana agen diplomatik
termasuk sebagai eksekutor, administrasi, ahli waris atau legete sebagai orang
privat dan tidak untuk pihak negara pengirim. Ketiga, suatu perkara yang
berhubungan dengan setiap kegiatan prefesional atau dagang yang dijalankan oleh
perwakilan diplomatik di dalam negara pemerima dan di luar fungsi resminya
(Konvensi Wina Tahun 1961 Pasal 31 ayat 1). Dengan adanya pengecualian
tersebut, maka perwakilan diplomatik dari Korea Utara yang melakukan tindakan
penyeludupan emas, yang mana tindakan tersebut masuk kedalam pengecualian
diatas.
Tindakan kriminal yang dilakukan oleh agen tersebut
dengan upaya penyeludupan emas, yang mana tindakan tersebut masuk kedalam
pengecualian diatas. Sehingga walaupun telah melakukan suatu tindakan kriminal,
agen tersebut akan tetap kebal dari tuntutan kriminal negara Bangladesh karena
tuntutan kriminal hanya dapat dilakukan terkait tindakan yang disebutkan dalam
tiga pengecualian diatas. Dengan ketentuan diatas, walaupun agen tersebut tidak
dapat dituntut dan diadili oleh negara Bangladesh karena ia kebal dari segala
yurisdiksi negara penerima, tidak menutup kemungkinan bahwa ia bisa dituntut
dan diadili oleh Korea Utara yang merupakan negara pengirimnya.
Hak kekebalan dan hak istimewa yang diberikan kepada
perwakilan diplomatik telah dijamin di dalam Kovensi Wina 1961. Hak kekebalan
tersebut berupa, kekebalan pribadi pejabat diplomatik, kekebalan keluarga
pejabat diplomatik termasuk anggota staf diplomatik dan pelayan, kekebalan
yurisdiksi kriminal dan civil, kekebalan dari kewajiban menjadi saksi di
pengadilan, kekebalan gedung perwakilan diplomatik dan tempat kediaman wakil
diplomatik serta pembebasan pajak. Serta hak keistimewaan dari perwakilan
diplomatik antara lain keistimewaan perwakilan diplomatik dalam bidang pajak
dan iuran, pmbebasan dari bea cukai dan bagasi, pembebasan dari kewajiban
keamanan sosial, pembebasan dari pelayanan pribadi, pelayanan umum dan militer,
dan pembebasan dari kewarganegaraan.
Hubungan diplomatik yang laksanakan akan memberikan suatu
hak khusus seperti hak kekebalan dan hak keistimewaan dengan tujuan pemberian
hak tersebut agar terjaminnya misi diplomatik dalam melaksanakan tugas di
negara penerima dan dapat berjalan dengan lancar, sesuai dengan harapan negara
pengirim. Sebagai perwakilan diplomatik harus berhati-hati dalam mengambil
tindakan dalam melaksanakan fungsinya dan memperhatikan tindakan agar tidak
bertentangan dengan hukum negara penerima. Serta menjaga nama baik negara yang
diwakilinya dalam melaksanakan fungsinya untuk mencapai tujuan negaranya di
negara penerima.
Untuk menjelaskan secara distintif masing-masing
Perwakilan dengan Diplomat, maka perlu dipaparkan secara singkat masing-masing
Sumber Hukum Internasional dapat ditarik poin-pon penting sebagaimana telah
disusun oleh Prof DR. S.M Noor, S.H.,M.H dkk sebagai berikut :
·
Berdasarkan
aturan-aturan dalam Konvensi Wina Tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik dan
Protokol Tambahan dari Konvensi Wina Tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik
mengenai hal memperoleh kewarganegaran, maka dapat ditarik poin-poin penting
yakni hubungan diplomatik dilakukan oleh perwakilan diplomatik yang dipimpin
oleh Duta Besar (Ambassador). Ambassador mewakili negara dalam mengurusi
kepentingan publik dalam Konvensi Wina yang dihadiri kepala negara dari
negara-negara Eropa sehingga dicapai persetujuan mengenai perwakilan diplomatik.
Berdasarkan Pasal 14 Konvensi Wina Tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik
diatur 3 tingkatan bagi seorang Kepala perwakilan diplomatik, 3 tingkatan
dimaksud adalah sebagai berikut (1) Duta Besar yang ditempatkan pada Kepala
negara dan Kepala Misi yang tingkatannya sama; (2) Envoys Ministers dan
internuncois yang ditempatkan pada kepala Negara; dan (3) Kuasa Usaha yang
ditempatkan pada Menteri Luar Negeri (Saat ini setiap negara yang merdeka dan
berdaulat hampir selalu menempatkan perwakilan diplomatiknya disetiap negara).
·
Pengaturan Hubungan
Konsuler dan Perwakilan Konsuler yang dalam sejarah berkembang melalui
tahap-tahap pertumbuhan hukum kebiasaan internasional baru dikodifikasikan pada
tahun 1963 dalam Konvensi Wina mengenai Hubungan Konsuler yang disponsori oleh
Perserikatan Bangsa-bangsa. Diadakannya Konvensi ini yang terdiri dari 79 pasal
yang keseluruhannya mengenai hubungan konsuler, hak-hak istimewa dan
kekebalan-kekebalannya akan meningkatkan hubungan persahabatan antara
bangsa-bangsa tanpa membedakan ideologi, sistim politik atau sistim sosialnya.
Hak istimewa dan kekebalan tersebut diberikan hanyalah guna mnjamin pelaksanaan
fungsi perwakilan konsuler secara efisien Konvensi mengatur antara lain
hubungan-hubungan konsuler pada umumnya, fasilitas, hak-hak istimewa dan
kekebalan kantor perwakilan konsuler, pejabat konsuler dan anggota perwakilan
konsuler lainnya serta tentang pejabat-pejabat konsul kehormatan dan
konsulat-konsulat kehormatan. Baik Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik
maupun Konvensi Wina mengenai Hubungan Konsuler masing-masing dilengkapi dengan
Protokol Opsional mengenai hal Memperoleh Kewarganegaraan.
·
Misi khusus dalam hukum
internasional ini didasarkan pada atau memiliki pijakan hukum pada Konvensi New
York 1969 yang secara khusus membahas mengenai special mission atau misi
khusus. Mengenai kekebalan dari Misi Khusus (Special Missions) pengaturannya
dikenal dengan The Convention on Special Missions 1969. Dalam banyak hal
negara-negara akan atau dapat mengirim dan mengutus misi khusus atau misi ad
hoc ke negara-negara tertentu untuk membicarakan suatu isu yang telah
ditentukan di samping mempercayakannya kepada staff perwakilan diplomatik dan
konsuler yang sifatnya permanen. Dalam keadaan demikian utusan khusus (special
missions) entah semata-mata bersifat teknis atau secara politis penting dapat
mengandalkan adanya kekebalan-kekebalan tertentu yang pada dasarnya berasal
(derived from) dari Konvensi-Konvensi Wina dengan cara menggunakan analogi
disertai modifikasi seperlunya. Berdasarkan ketentuan Pasal 8 dari the
Convention on Special Missions 1969, negara pengirim harus membiarkan negara
penerima (the host state) mengetahui besarnya (size) serta komposisi dari misi
tersebut, sementara menurut Pasal 17 misi tadi harus hadir di suatu tempat yang
disetujui oleh negara-negara yang bersangkutan atau di Kementerian Luar Negeri
dari negara penerima.
·
Berdasarkan isi naskah
Konvensi Wina Tahun 1973 tentang Pencegahan dan Penghukuman atas Kejahatan
terhadap Orang-Orang yang Dilindungi Secara Internasional, Termasuk Agen
Diplomatik tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa betapa pentingnya
perlindungan terhadap orang-orang tertentu yang dilindungi oleh hukum
internasional. Dalam mukadimah konvensi ini, ditekankan akan pentingnya aturan-aturan
hukum internasional mengenai tidak boleh diganggu gugatnya dan perlunya
proteksi secara khusus bagi orang-orang yang menurut hukum internasional harus
dilindungi termasuk kewajiban-kewajiban negara dalam menangani dan mengatasi
masalah Penghukuman atas kejahatan terhadap orang-orang yang harus dilindungi
menurut hukum internasional.
·
Konferensi PBB mengenai
keterwakilan negara-negara dalam hubungannya dengan organisasi internasional
yang bersifat universal telah diselenggarakan di wina, Austria sejak 4
febuari-14 maret 1975 yang dihadiri oleh 81 negara, 2 negara peninjau, 7 badan
khusus, 3 organisasi antarpemerintah, dan 7 wakil dari organisasi pembebasan
nasional yang dilakukan oleh organisasi persatuan afrika atau liga arab.
Konferensi kemudian menyetujui konvensi tersebut yang terdiri dari 92 pasal dan
terbuka untuk penandatanganan sejak 14 maret 1975 ssampai 30 april 1975 di
kementrian luar negeri Austria, kemudian diperpanjang s.d. 30 maret 1976 di PBB
new york. Dalam Konvensi Wina ini, yang dimaksud dengan Organisasi
Internasional yang bersifat universal adalah Organisasi Internasional PBB,
badan-badan khusus yang berada di bawah PBB dan organisasi lainnya yang
keanggotaannya dan tingkat pertanggungjawabannya bersakala internasional. Ruang
lingkup yang diatur dalam konvensi ini berdasarkan Pasal 2 adalah meliputi
perwakilan suatu negara dalam hubungannya dengan setiap organisasi
internasional yang bersifat universal dan keberadaan perwakilannya dalam
menghadiri konferensi-konferensi yang diatur atau berada di bawah perlindungan
dari organisasi tersebut.
PRINSIP PERWAKILAN DIPLOMATIK
Berdasarkan Buku Hukum Internasional karangan
Sri Setianingsih dan Wahyuningsih berkaitan dengan Hubungan Diplomat, terdapat
prinsip-prinsip sebagai berikut :
·
Prinsip Resiprositas
sebagaimana berlakunya hak legasi, Dimana setiap negara berdaulat dan merdeka
diakui mempunyai hak untuk mengirim utusannya untuk mewakili di Negara lain dan
timbal balik berlaku pula memiliki kewajiban menerima utusan negara lain, hak
dan kewajiban ini juga memberikan kekebalan dan keistimewaan kepada para
diplomat, keluarganya, dan kantor perwakilan oleh negara penerima.
·
Prinsip Mutual Consent
atau kesepakatan antarnegara berdaulat yang berdasarkan Pasal 2 Konvensi Wina
1961 dengan demikian saling pengakuan ini setelah diumumkan bersama
ditindaklanjuti dengan melaksanakan kesepakatan antarnegara berdaulat tersebut
dengan membuka tingkatan paling tinggi dikepalai oleh Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh atau membuka tingkat yang lebih rendah yang dikepalai Kuasa
Usaha Terap.
·
Prinsip Extrateritorial
yang merupakan pengakuan antarnegara berdaulat bahwa wilayah Gedung Perwakilan
Diplomatik, Tempat Kediaman para pejabat diplomatik, dan properti didalamnya
termasuk dokumen dan arsip, merupakan perluasan wilayah dari negara pengirim
dan diluar yuridiksi negara penerima sehingga tidak dapat dikuasai oleh hukum
dan peraturan di Negara Penerima sehingga diplomat hanya dikuasai oleh hukum
dari negara pengirimnya.
·
Prinsip Free Apoinment
atau Prinsip Penunjukan bebas yang memberikan kewenangan bagi negara pengirim
untuk menunjuk anggota staf diplomatik dengan tanpa perlu meminta persetujuan
negara penerima, dikecualikan dari prinsip Free Apoinment adalah penunjukan
Duta Besar yang perlu meminta persetujuan negara penerima dalam bentuk agreement
atau agreation dari negara penerima.
·
Prinsip Inviolability
atau tidak dapat diganggu gugat sebagaimana dinyatakan pada Pasal 29 Konvensi
Wina yang mengatur bahwa para diplomat tidak dapat ditahan atau ditangkap,
termasuk mencakup di dalamnya tempat tinggal, surat dan dokumen, dan hartanya
tidak dapat diganggu gugat.
·
Prinsip Free Movement
yang menjamin kebebasan bergerak dan melakukan perjalanan bagi anggota
perwakilan di dalam wilayah negara penerima sehingga dapat melakukan tugasnya
secara efektif.
·
Prinsip Free
Communication dimana negara penerima memberi kemudahan dalam bentuk izin dan
perlindungan dalam melakukan kebebasan berkomunikasi dengan pemerintahnya,
dengan anggota perwakilan lainnya, dan dengan konsulat dari negaranya,
komunikasi ini dapat menggunakan semua cara yang laya meliputi kurir
diplomatik, radio transmiter berizin dari negara penerima, dan lain-lain yang
tidak dapat diganggu gugat selama melaksanakan fungsi diplomatik tersebut.
·
Prinsip Reasonable and
Normal yaitu dengan pembukaan hubungan diplomatik maka penindaklanjutan
pembukaan tersebut adalah di bukanya perwakilan diplomatik, dalam pembukaan
perwakilan bila tidak ada kesepakatan mengenai jumlah anggota staf perwakilan
yang akan diakreditasikan di negara penerima maka jumlah anggota staf
perwakilan tersebut harus didasarkan dengan asas kewajaran dan pantas yang
memperhatikan kondisi yang terjadi di Negara Penerima dan volume pekerjaan dan
kepentingan yang harus dilindungi di negara penerima, pada kondisi tertentu
negara penerim dalam batas-batas yang pantas dan wajar secara non-diskriminatif
dapat menolak untuk menerima dalam kategori tertentu.
Dengan mempelajari secara spesifik terkait
Perwakilan Diplomatik dan perwakilan-perwakilan lainnya, maka dapat ditemukan
perbedaan dari perwakilan diplomatik yang menunjukkan adanya perbedaan
berkaitan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh perwakilan lainnya (Konsuler),
yaitu :