Kamis, 31 Agustus 2023

COTOH ISI FORMAT PROYEK POSTER

https://docs.google.com/spreadsheets/d/1w8wSuyxkTBmcugdX3uPQpKSVoUTuAfgs/edit?usp=drive_link&ouid=108478172590542230301&rtpof=true&sd=true

Selasa, 29 Agustus 2023

CONTOH PENGISIAN LKPD 2

https://docs.google.com/spreadsheets/d/1w8wSuyxkTBmcugdX3uPQpKSVoUTuAfgs/edit?usp=sharing&ouid=108478172590542230301&rtpof=true&sd=true

HAM DALAM UUD NRI TAHUN 1945

HAM DALAM UUD NRI TAHUN 1945

Hak asasi manusia yang dijamin negara dalam pasal 28 UUD 1945 seperti dikutip dari buku Implementasi Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 oleh Drs. Moch. Sudi selengkapnya sebagai berikut:

Pasal 28A
Hak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Pasal 28 B
1. Hak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
2. Hak seorang anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 28C
1. Hak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, mendapat pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

2. Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Pasal 28D
1. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

2. Hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

3. Hak warga negara untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

4. Hak atas status kewarganegaraan.

Pasal 28E
1. Hak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara, dan meninggalkannya, serta berhak kembali.


2. Hak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

3. Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Pasal 28F
Hak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta hak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Pasal 28G
1. Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

2. Hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

Pasal 28H
1. Hak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan.

2. Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

3. Hak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

4. Hak untuk mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.

Pasal 28I
1. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

2. Hak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan hak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

3. Hak identitas budaya dan masyarakat tradisional untuk dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

Pasal 28I ayat 4 UUD 1945 mencantumkan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

Sementara itu, pasal 28I ayat 5 UUD 1945 mencantumkan bahwa untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 28J
Pasal 28 J ayat 1 mencantumkan bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kemudian pada pasal 28 J ayat 2 dicantumkan, dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Sumber dari : Makna Pasal 28 dalam UUD 1945 tentang HAM

Kamis, 17 Agustus 2023

Di Persimpangan Di Bawah Lampu Jalan

 

Di Persimpangan Di Bawah Lampu Jalan

Segal 24



di persimpangan di bawah lampu jalan

berdiri ia yang telah buta tertusuk cemburu

hendak melangkah maka tertatih ia

tertelungkup, merayap, mengais remah-remah cinta

yang mungin masih tersisa

sebab anjing-anjing loba telah tiba lebih awal

dimakan, dijilatnya apa yang mereka temui

maka cinta hanya bekas jejak tertinggal buatnya

mingkin ia mengikuti mereka

tetapi kembali ia di tempat ini

di persimpangan di bawah lampu jalan

 

13/03/2018

 

Orkestra Kecil di Pinggir Pantai

 

Orkestra Kecil di Pinggir Pantai

Segal 24

Di bawah sayup sinar rembulan

Terdengar lolongan sepi

Desir ombak sedang beradu sonata rindu

Ada kepiting mengiris dawai biola rasa, pilu…

Lihat disana, tengah lautan ada nelayan

Dendangkan pedih menjaring cinta hampa

Maka duduklah aku

Sendengkan telinga menikmati orchestra kecil ini

Ingin mendekat dan masuk

Namun karcisnya telah habis ditukar pahinya masa lalu

Bilamana mereka bernada dengan partitur berbeda

Namun aku menikmati,

Mungkin karena liriknya yang tak terkatakan

Dengan penuh penjiwaan

(Oeba, 23/03/2018;20:02)

 

 

Di Samping Bayang Pelangi

 

Di Samping Bayang Pelangi

Segal 24



Jiwa tlah rapuh

Hancur tertitik karang khianatan

Berdarah lumuri suci cintaku

Mungkin karena itu belum kau kenali aku

Karena raga yang kau cari bukan jiwa…

Lewat bercak darah pada pucuk rumput liar

Pada batang-batang pohon kering

Pada dinding karang

Pada batu-batu sungai

Kan kutitipkan tanda Arah jalan pulang

Bila kau rindu

Dan bila telah tiba,

Temuilah aku.

Dan bila tak kau dapati ragaku

Ambil foto pada dompet kenangku

Telah kutitipkan disamping bayang pelangi

Maka pandangilah,

Mungkin ia kan tersenyum…lara

Karena jiwa Cintaku tak mungkin punah karena suatu sebab

11/04/2018

 

Bagaimana Cara

 

Bagaimana Cara

Segal 24



Bagaimana cara merangkai bintang bila mereka telah terpatri pada titik yang sempurna

Bagaimana cara menghias rembulan bila cahyanya bak bidadari jelita purnama

Bagaimana cara menerangi mentari bila sinarnya telah purna ditengah telaga

Bagaimana cara membersihkan langit bila awan adalah pujaannya

Bagaimana cara membebaskan cintamu, bila cintamu telah terkekang Penjara Keabadian

Bagaimana menimba rindumu, jika telah terhisap gurun cintanya

Bagaimana cara memlukmu, jika semua lenganmu telah ketat terisi rayunya

Bagaimana mempimpikanmu, jika kamu adalah pemeran utama layar kaca mimpinya

Ada Bintang Jatuh

 Ada Bintang Jatuh

(Segal 24)

Ada bintang jatuh ?
Di dinding langit kalbu kearah timur relung hati,
munngkin membawa cahaya untukku.
Jatuh ia terseret cinta,
Tergiling rindu,
Terkubur harapan palsunya...
Jangan menghilang cintaku,
Walau kita tak mungkin bersama,
Tapi cahyamu sudah cukup bagiku.
Jangan meredup cintaku,
Walau wujudmu hanya untuknya,
Tapi jiwamu isianku.
Bersinarlah terus kekasih,
Walau itu tak mudah
Jangan berhenti !
Kan kupinta Ciptaku
Menatangmu, menggendongmu, menyinarkanmu selalu.
Sebab disini kupanjatkan sebuah mantra kecil pada-Nya untukmu !

Aku ingin mencintaimu Dengan Sederhana

 Aku ingin mencintaimu Dengan Sederhana

Sapardi Djoko Damono

 

“aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”






Pada Hujan, Aku Belajar Mencintai

 Pada Hujan, Aku Belajar Mencintai

Bt Ledian Lanis


Hujan telah mengajarkanku tentang cara mencintai. Yang tetap teguh menanti kala kemarau paling panjang tanpa henti.
Yang tak lupa diri walau mewujud banjir melimpahi.
Seperti penerimaan takdir yang tak perlu digugat sama sekali.
Pada hujan, aku bersumpah untuk tak menangisi, apa-apa yang telah pergi.
Bahwa Tak ada air yang akan bertahan tetap ada di sisi.
Ia yang mengalir ke samudera.
Ia yang meresap melesap ke celah sepenjuru arah.
Ia yang menguap luruh lepas ke udara. Tak ada yang bisa ditahan untuk tak pernah pergi menghilang.
Selagi hujan, seringkali aku belajar memahami.
Tentang tak ada apa-apa yang menjadi milik diri: bahkan raga berkhianat untuk tak sehat dan tak mati, pun hati menuntut sulit untuk sekedar menjadi jinak.
Tak ada apa-apa adalah milik diri.
Apalagi kau yang serumit puisi, yang berulang kali keliru kumaknai.
Dan kusadari, rindu adalah lebih dari hujan.
Datang tak peduli musim, tanpa isyarat, tanpa aba-aba.
Tapi tak pernah kuinginkan kau basah kuyup entah di belahan bumi mana.
Apalagi tenggelam terseret banjir yang menggila.
Jikapun ada pelangi, tak harus kau anggap indah.
Apalah aku selain doa.
Kau bukan Tuhan untuk mengabulkan apa-apa.
Begitulah hujan telah mengajarkanku, tentang cara mencintai.
Walau lama benar kemarau menghilangkan titik air, tak ada apa-apa perlu dituntut untuk selalu ada.
Bahkan tak ada pula yang sebenar-benar hilang karena hati tetap terjaga.
Kala hujan, tak perlu menghujat kenangan.
Kumpulan masa lalu bukanlah kumpulan sesal.
Selain untuk menjadikan sekuat-kuat diri, sebijak-bijak jiwa.
Dalam hujan, dalam badai, dalam kemarau, rasakan hanya damai.
Hidup mungkin tentang dari sudut pandang mana kau menilai.
Pada hujan, aku belajar.
Semua hal. Seharusnya.

Senin, 14 Agustus 2023

Sistem Peradilan di Indonesia

 Sistem Peradilan di Indonesia

 Pengertian Sistem Peradilan di Indonesia

Sistem Peradilan di Indonesia pada hakikatnya adalah suatu mekanisme dari keseluruhan kompnen peradilan nasional, pihak dalam proses peradilan, hirarki kelembagaan peradilan, serta komponen lain yang bersifat procedural dan saling berkaitan. Tujuan sistem peradilan adalah mewujudkan keadilan hukum.

Pada dasarnya peradilan bisa diartikan sebagai sebuah proses atau segala sesuatu yang dijalankan di lingkungan pengadilan. Yaitu yang berkaitan dengan tugas pemeriksaan, tugas memutus perkara dan penerapan hukum serta keseluruhan komponen yang ada di dalamnya.

Adapun tujuan dari sistem peradilan adalah untuk menciptakan kedamaian dalam kehidupan masyarakat dengan cara mencegah terjadinya kejahatan yang semakin meningkat dan menghindarkan korban dari aksi kejahatan. Selain itu juga memberikan pelayanan bagi masyarakat di bidang hukum.

Dengan sistem peradilan tersebut diharapkan mampu memberikan kepuasan tersendiri dengan penanganan yang dilakukan secara adil. Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan utama sistem peradilan nasional adalah untuk menegakkan hukum serta keadilan di Indonesia.

Adapun terkait dengan penyelenggaraan peradilan di wilayah hukum Indonesia sudah diatur dalam UU No. 4 Tahun 2004 mengenai Kekuasaan Kehakiman.

Fungsi Sistem Hukum dan Peradilan di Indonesia

Diterapkannya sistem hukum dan peradilan yang berlaku di Indonesia memiliki fungsi yang cukup penting bagi kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Fungsi dari sistem hukum dan peradilan tersebut antara lain adalah:

  1. Memberikan jaminan kepastian hukum bagi setiap individu dalam kehidupan masyarakat.
  2. Menjamin keadilan, ketertiban, kedamaian, ketentraman, kebenaran dan kebahagiaan.
  3. Mencegah agar tidak terjadi aksi main hakim sendiri dalam lingkungan masyarakat

Klasifikasi Sistem Peradilan di Indonesia

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sistem peradilan merupakan sebuah proses yang dijalankan di lingkungan pengadilan, seperti pemeriksaan, pemutusan perkara, mengadili, dan penerapan hukum. Dalam hal ini, sistem peradilan yang ada di Indonesia dibedakan menjadi 4 jenis yaitu:

1. Lembaga Peradilan Di Bawah MA (Mahkamah Agung)

Dalam hal ini ada beberapa jenis lembaga peradilan yang berada dibawah naungan Mahkamah Agung. Diantaranya adalah seperti berikut:

  • Peradilan Umum

Terdiri dari Pengadilan Negeri di ibukota kabupaten/kota dan Pengadilan Tinggi di ibukota provinsi.

·         Peradilan Agama

Terdiri dari Pengadilan Agama di ibukota kabupaten/kota dan Pengadilan Tinggi Agama di ibukota provinsi.

·         Peradilan Militer

Terdiri dari Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran.

·         Peradilan Tata Usaha Negara

Terdiri dari Pengadilan Tata Usaha Negara di ibukota kabupaten/kota dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara di ibukota provinsi.

2. Mahkamah Konstitusi (MK)

Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga tinggi negara yang berwenang dalam mengoreksi kinerja lembaga-lembaga negara. Diantaranya bisa dengan melakukan pemanggilan terhadap pejabat pemerintah dan pejabat negara, maupun masyarakat untuk dimintai keterangan.

Bersama-sama dengan lembaga Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi berperan sebagai pemegang kekuasaan kehakiman di Indonesia. Adapun dasar hukumnya adalah Perubahan Ketiga UUD 1945.

Perangkat Lembaga dalam Sistem Peradilan di Indonesia

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dalam sistem peradilan yang berlaku di Indonesia ada beberapa jenis peradilan dengan fungsi dan kompetensi masing-masing. Diantaranya adalah kompetensi relatif yang memungkinkan suatu perkara ditangani sesuai dengan ranahnya.

Seperti misalnya perkara perceraian bagi warga negara yang beragama Islam maka penyelesaian perkara dan putusannya akan dilakukan di Pengadilan Agama. Sementara tindak pelanggaran hukum yang dilakukan anggota TNI akan dilakukan di Pengadilan Militer.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah beberapa perangkat lembaga yang ada dalam sistem peradilan di wilayah Indonesia:

1. Peradilan Umum

Peradilan Umum awalnya diatur dengan UU RI No. 2 Tahun 1986. Namun karena dinilai sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat maka dilakukan perubahan dengan menerbitkan UU RI No. 8 Tahun 2004 mengenai perubahan UU RI No. 2 Tahun 1986.

Berdasarkan pada Undang-Undang tersebut, maka kekuasaan kehakiman yang berlaku di lingkungan peradilan umum akan dilaksanakan oleh tiga tingkatan lembaga hukum, yaitu Pengadilan Negeri (ibukota kabupaten/kota), Pengadilan Tinggi (ibukota provinsi) dan MA.

Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya.

Peradilan umum meliputi:

  1. Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi.

 

Tugas Pokok dan Fungsi

Pengadilan Tinggi sebagai kawal depan (Voorj post) Mahkamah Agung selaku salah satu kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum mempunyai tugas dan kewenangan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, dalam pasal 51 menyatakan :

1.     Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perkara perdata di Tingkat Banding.

2.     Pengadilan Tinggi juga bertugas dan berwenang mengadili di Tingkat Pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.

Dalam melaksanakan tugas dan kewenangan tersebut, Pengadilan Tinggi menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

Fungsi Mengadili (judicialpower), yakni memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Tinggi dalam tingkat banding, dan berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir “sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.”

 

Fungsi Pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada jajaran Pengadilan Negeri yang berada di wilayah hukumnya, baik menyangkut teknik yustisial, administrasi peradilan, maupun administrasi umum, perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan.

 

Fungsi Pengawasan, yakni mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera/Sekretaris, Panitera Pengganti, dan Jurusita/Jurusita Pengganti di daerah hukumnya serta pengawasan dalam hal fungsi peradilan di tingkat Pengadilan Negeri agar sistem peradilan dapat diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya dan terhadap pelaksanaan administrasi umum kesekretariatan serta pembangunan (vide UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).

 

Fungsi Administratif, yakni menyelenggarakan administrasi umum, keuangan, dan kepegawaian serta lainnya untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok teknis peradilan dan administrasi peradilan.

 

Fungsi Lainnya :

a)    Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya.

b)    Pelayanan pelaksanaan registrasi Pengacara Praktek kuasa insidentill yang akan beracara di Pengadilan Negeri se-wilayah Pengadilan Tinggi.

 

  1. Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dengan daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota.

 

Tugas dan Wewenang Pengadilan Negeri Tugas dan wewenang Pengadilan Negeri tercantum dalam UU Nomor 2 Tahun 1986 Pasal 50, yang berbunyi: "Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama." 

Berdasarkan bunyi UU tersebut, maka tugas dan wewenang Pengadilan Negeri ialah memeriksa, memutus serta menyelesaikan perkara pidana dan perdata untuk rakyat pencari keadilan pada umumnya, kecuali jika UU menentukan hal lainnya.

Contoh perkara pidana yang bisa ditangani oleh Pengadilan Negeri ialah kasus perkelahian, pelecehan seksual, pencurian, pelanggaran lalu lintas, kekerasan dalam rumah tangga, dan lain sebagainya. Sedangkan contoh perkara perdata yang bisa ditangani oleh Pengadilan Negeri ialah kasus pencemaran nama baik, warisan, sengketa lahan atau tanah, hak asuh anak, dan lain sebagainya.

Fungsi Pengadilan Negeri Dilansir dari situs Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Pengadilan Negeri memiliki lima fungsi utama, yakni:

1.     Fungsi mengadili atau judicial power 

Fungsi ini berarti Pengadilan Negeri menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan perkara yang menjadi kewenangkan pengadilan tingkat pertama.

2.     Fungsi pembinaan

Fungsi ini berarti Pengadilan Negeri memberi pengarahan, bimbingan serta petunjuk kepada pejabat struktural serta fungsional yang berada di bawah jajarannya.

Bimbingan ini bisa menyangkut permasalahan yudisial, administrasi peradilan, pembangunan, keuangan, perlengkapan serta perencanaan teknologi informasi.

3.     Fungsi pengawasan

Fungsi ini berarti Pengadilan Negeri melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti serta Jurusita di bawah jajarannya. Tujuannya supaya peradilan dapat diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya terhadap pelaksanaan admistrasi umum, kesekretariatan dan pembangunan.

4.     Fungsi nasihat

Fungsi ini berarti Pengadilan Negeri memberi pertimbangan serta nasihat mengenai hukum kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, jika diminta.

5.     Fungsi administratif

Fungsi ini berarti Pengadilan Negeri melaksanakan administrasi peradilan, baik teknis maupun persidangan, administrasi umum (perencanaan teknologi informasi atau pelaporan, kepegawaian serta keuangan.

6.     Selain lima fungsi di atas, Pengadilan Negeri juga mempunyai fungsi lainnya, yakni mengadakan penyuluhan hukum, pelayanan berupa riset atau penelitian, dan lain sebagainya yang mana seluruh fungsi ini ditujukan untuk masyarakat luas.

Adapun pelaksanaan fungsi ini harus disesuaikan dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 1-144/KMA/SK/I/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan, sebagai pengganti Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.

 

  1. Pengadilan khusus lainnya (spesialisasi, misalnya : Pengadilan Hubungan(PHI), Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Ekonomi,    Pengadilan Pajak, Pengadilan Lalu Lintas Jalan dan Pengadilan anak.

Pengadilan Negeri (biasa disingkat: PN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.

Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat pencari keadilan pada umumnyaWilayah hukum Pengadilan Negeri meliputi semua wilayah kota dan Kabupaten yang bersangkutan.

 

 

2. Peradilan Agama

Sistem peradilan agama di Indonesia sebelumnya diatur melalui UU RI no. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama serta UU RI No. 3 Tahun 2003 tentang Perubahan UU No. 5 tahun 1989, dan UU RI No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU No. 7 Tahun 1989.

Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa kekuasaan kehakiman yang berlaku di lingkungan peradilan agama dilaksanakan Pengadilan Agama di tingkat ibukota kabupaten/kota, Pengadilan Tinggi Agama di provinsi dan terakhir di Mahkamah Agung.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan dalam pasal 24 ayat (2) bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung bersama badan peradilan lainnya di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer, merupakan salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam.

Pengadilan Agama Sumber yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Fungsi Peradilan Agama

Di samping tugas pokok dimaksud di atas, Pengadilan AgamaSumber mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut:

·         Fungsi mengadili (judicial power), yakni menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat pertama (vide: Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).

·         Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik menyangkut teknis yudisial, administrasi peradilan, maupun administrasi umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan.(vide: Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 jo. KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).

·         Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, dan Jurusita/Jurusita Pengganti di bawah jajarannya agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dansewajarnya (vide: Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006) dan terhadap pelaksanaan administrasi umum kesekretariatan serta pembangunan. (vide: KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).

·         Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta. (vide: Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006).

·         Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan (teknis dan persidangan), dan administrasi umum (kepegawaian, keuangan, dan umum/perlengkapan) (vide: KMA Nomor KMA/080/ VIII/2006).

Fungsi Lainnya:

·         Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas hisab dan rukyat dengan instansi lain yang terkait, seperti DEPAG, MUI, Ormas Islam dan lain-lain (vide: Pasal 52 A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).

·         Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya serta memberi akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat dalam era keterbukaan dan Transparansi Informasi Peradilan, sepanjang diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/144/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.

a.     Pengadilan Tinggi Agama

Tugas PTA

Pengadilan Tinggi Agama bertugas dan berwenang mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding. Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yakni menyangkut perkara-perkara:

1.     Perkawinan;

2.     Waris;

3.     Wasiat;

4.     Hibah;

5.     Wakaf;

6.     Zakat;

7.     Infaq;

8.     Shadaqah; dan

9.     Ekonomi Syari'ah.

Fungsi PTA

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Pengadilan Tinggi Agama mempunyai fungsi sebagai berikut :

1.     Fungsi Mengadili (judicial power), yakni memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding, dan berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir "sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Agama di daerah hukumnya". (vide : pasal 49, 51 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo UU No. 3 Tahun 2006)

2.     Fungsi Pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada jajaran Pengadilan Agama yang berada di wilayah hukumnya, baik menyangkut teknik yustisial, administrasi peradilan, maupun administrasi umum, perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan. (vide : pasal 53 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo UU No. 3 Tahun 2006)

3.     Fungsi Pengawasan, yakni mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, dan Jurusita/Jurusita Pengganti di daerah hukumnya serta terhadap jalannya peradilan ditingkat Peradilan Agama agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya (vide : pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo UU No. 3 Tahun 2006 dan terhadap pelaksanaan administrasi umum kesekretariatan serta pembangunan (vide UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman).

4.     Fungsi Nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta. (vide ; pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo UU No. 3 Tahun 2006).

5.     Fungsi Administratif, yakni menyelenggarkan administrasi umum, keuangan, dan kepegawaian serta lainnya untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok teknis peradilan dan administrasi peradilan.

6.     Fungsi Lainnya seperti memberikan Pelayanaan penyuluhan hukum, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya. (vide : Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/004/SK/II/1991)

 

b.    Pengadilan Agama

TUGAS POKOK DAN FUNGSI PERADILAN AGAMA

Pengadilan Agama, yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, serta wakaf dan shadaqah, sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Pengadilan Agama mempunyai fungsi sebagai berikut :

1.     Memberikan pelayanan teknis yustisial dan administrasi kepaniteraan bagi perkara tingkat pertama serta penyitaan dan eksekusi .

2.     Memberikan pelayanan dibidang administrasi perkara banding, kasasi dan peninjauan kembali serta administrasi peradilan lainnya .

3.     Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di lingkungan Pengadilan Agama (umum, kepegawaian dan keuangan kecuali biaya perkara)

4.     Memberikan Keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum Islam pada Instansi Pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta sebagaimana diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama

5.     Memberikan pelayanan penyelesaian permohonan pertolongan pembagian harta peninggalan diluar sengketa antara orang-orang yang beragama Islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam sebagaimana diatur dalam Pasal 107 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3  Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama .

6.     Waarmerking Akta Keahliwarisan di bawah tangan untuk pengambilan deposito/ tabungan, pensiunan dan sebagainya .

7.     Pelaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti penyuluhan hukum, pelaksanaan hisab rukyat, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya.

c.     s

3. Peradilan Militer

Jenis sistem peradilan di Indonesia selanjutnya adalah Peradilan Militer yang telah diatur dalam UU RI No. 31 Tahun 1997. Di dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa kekuasaan kehakiman yang ada di lingkungan peradilan militer meliputi beberapa pengadilan.

Yaitu Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, kemudian Pengadilan Militer Utama dan berikutnya adalah Pengadilan Militer Pertempuran. Selain itu dikenal pula lembaga yang disebut Oditurat.

Fungsinya adalah melakukan kekuasaan pemerintahan di lingkungan militer dalam hal penyidikan dan penuntutan berdasarkan pelimpahan wewenang dari Panglima TNI.

 Peradilan Militer merupakan peradilan khusus bagi prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pengadilan dalam lingkup ini meliputi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Umum, dan Pengadilan Militer Pertempuran.

Peradilan Militer diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Dalam undang-undang ini diatur tentang ketentuan-ketentuan umum, susunan pengadilan, kekuasaan oditurat, hukum acara Pidana Militer, hukum acara Tata Usaha Militer, dan ketentuan-ketentuan lain.

kedudukan dan tempat Peradilan Militer melaksankan kekuasannya di lingkungan Angkatan Bersenjata yang berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Tinggi.

Sementara itu, Pengadilan Militer juga memiliki kewenangan tersendiri. Berikut tiga wewenang yang perlu diketahui sesuai yang tercantum dalam Pasal 9, isinya sebagai berikut:

1. Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana. Dalam hal ini, tindak pidana tersebut meliputi seorang:

  • Prajurit
  • Yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit
  • Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang;
  • Seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

2. Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata.

3. Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang bersangkutan atas permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan, dan sekaligus memutus kedua perkara tersebut dalam satu putusan.

Perlu diketahui bahwa sebelum persidangan militer berlangsung, diperlukan adanya pengaduan, penyidikan, penangkapan, penggeledahan, dan penyerahan terlebih dahulu. Lalu penetapan perkara pidana akan ditegakan oleh Hakim Ketua dalam lingkup pengadilan militer, namun bukan merupakan putusan akhir.

 

4. Peradilan Tata Usaha Negara

Peradilan Tata Usaha Negara sebelumnya telah diatur dalam UU RI No. 5 tahun 1986, namun kemudian dilakukan perubahan melalui UU RI No. 9 Tahun 2004 dan UU RI No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU RI No. 5 Tahun 1986.

Pengadilan Tata Usaha Negara melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang mengemban Tugas Pokok dan memiliki wewenang sebagaimana terdapat dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang isinya sebagai berikut :

“Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan Sengketa Tata Usana Negara di tingkat pertama.”

Sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 memiliki pengertian sebagai berikut :

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang  tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan  Badan atau Pebajat Tata Usaha Negara,  baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Di samping itu selanjutnya untuk melaksanakan tugas pokok dibidang yustisial tersebut Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang juga melaksanakan Fungsi sebagai berikut :

  1. Meneruskan sengketa-sengketa Tata Usaha Negara ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Negara yang berwenang;
  2. Peningkatan kualitas dan profesionalisme Hakim dan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang seiring peningkatan integritas moral dan karakter sesuai pedoman perilaku hakim ( PPH ), kode etik dan Prasetya Hakim Indonesia, guna tercipta dan dilahirkannya putusan-putusan yang dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum dan keadilan, serta memenuhi harapan pera pencari keadilan (justiciabelen);
  3. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Lembaga peradialan guna meningkatkan dan memantapkan martabat dan wibawa Aparatur dan Lembaga Peradilan, sebagai benteng terakhir tegaknya hukum dan keadilan,sesuai dengan UUD 1945;
  4. Memantapkan pemahaman dan pelaksanaan tentang organisasi dan tata kerja kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang, sesuai dengan keputusan Ketua Mahkamah Agung No.KMA/012/SK/III/1993 tanggal 5 Maret 1993 tentang Organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara;
  5. Membina calon hakim dengan memberikan bekal-bekal pengetahuan di bidang hukum dan administrasi Peradilan Tata Usaha Negara,serta pembinaan moral dan etika agar menjadi Hakim yang profesional dan bermartabat.
  6. Melakukan pembinaan pejabat struktural dan fungsional serta pegawai lainnya, baik menyangkut administrasi, teknis, yustisial maupun administrasi umum.
  7. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku hakim dan pegawai lainnya.
  8. Menyelenggarakan sebagian kekuasaan negara di bidang kehakiman.

 


SEMUA POSTINGAN

Tugas dan Tanggung Jawab Pustakawan Sekolah