Senin, 14 Agustus 2023

Sistem Peradilan di Indonesia

 Sistem Peradilan di Indonesia

 Pengertian Sistem Peradilan di Indonesia

Sistem Peradilan di Indonesia pada hakikatnya adalah suatu mekanisme dari keseluruhan kompnen peradilan nasional, pihak dalam proses peradilan, hirarki kelembagaan peradilan, serta komponen lain yang bersifat procedural dan saling berkaitan. Tujuan sistem peradilan adalah mewujudkan keadilan hukum.

Pada dasarnya peradilan bisa diartikan sebagai sebuah proses atau segala sesuatu yang dijalankan di lingkungan pengadilan. Yaitu yang berkaitan dengan tugas pemeriksaan, tugas memutus perkara dan penerapan hukum serta keseluruhan komponen yang ada di dalamnya.

Adapun tujuan dari sistem peradilan adalah untuk menciptakan kedamaian dalam kehidupan masyarakat dengan cara mencegah terjadinya kejahatan yang semakin meningkat dan menghindarkan korban dari aksi kejahatan. Selain itu juga memberikan pelayanan bagi masyarakat di bidang hukum.

Dengan sistem peradilan tersebut diharapkan mampu memberikan kepuasan tersendiri dengan penanganan yang dilakukan secara adil. Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan utama sistem peradilan nasional adalah untuk menegakkan hukum serta keadilan di Indonesia.

Adapun terkait dengan penyelenggaraan peradilan di wilayah hukum Indonesia sudah diatur dalam UU No. 4 Tahun 2004 mengenai Kekuasaan Kehakiman.

Fungsi Sistem Hukum dan Peradilan di Indonesia

Diterapkannya sistem hukum dan peradilan yang berlaku di Indonesia memiliki fungsi yang cukup penting bagi kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Fungsi dari sistem hukum dan peradilan tersebut antara lain adalah:

  1. Memberikan jaminan kepastian hukum bagi setiap individu dalam kehidupan masyarakat.
  2. Menjamin keadilan, ketertiban, kedamaian, ketentraman, kebenaran dan kebahagiaan.
  3. Mencegah agar tidak terjadi aksi main hakim sendiri dalam lingkungan masyarakat

Klasifikasi Sistem Peradilan di Indonesia

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sistem peradilan merupakan sebuah proses yang dijalankan di lingkungan pengadilan, seperti pemeriksaan, pemutusan perkara, mengadili, dan penerapan hukum. Dalam hal ini, sistem peradilan yang ada di Indonesia dibedakan menjadi 4 jenis yaitu:

1. Lembaga Peradilan Di Bawah MA (Mahkamah Agung)

Dalam hal ini ada beberapa jenis lembaga peradilan yang berada dibawah naungan Mahkamah Agung. Diantaranya adalah seperti berikut:

  • Peradilan Umum

Terdiri dari Pengadilan Negeri di ibukota kabupaten/kota dan Pengadilan Tinggi di ibukota provinsi.

·         Peradilan Agama

Terdiri dari Pengadilan Agama di ibukota kabupaten/kota dan Pengadilan Tinggi Agama di ibukota provinsi.

·         Peradilan Militer

Terdiri dari Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran.

·         Peradilan Tata Usaha Negara

Terdiri dari Pengadilan Tata Usaha Negara di ibukota kabupaten/kota dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara di ibukota provinsi.

2. Mahkamah Konstitusi (MK)

Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga tinggi negara yang berwenang dalam mengoreksi kinerja lembaga-lembaga negara. Diantaranya bisa dengan melakukan pemanggilan terhadap pejabat pemerintah dan pejabat negara, maupun masyarakat untuk dimintai keterangan.

Bersama-sama dengan lembaga Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi berperan sebagai pemegang kekuasaan kehakiman di Indonesia. Adapun dasar hukumnya adalah Perubahan Ketiga UUD 1945.

Perangkat Lembaga dalam Sistem Peradilan di Indonesia

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dalam sistem peradilan yang berlaku di Indonesia ada beberapa jenis peradilan dengan fungsi dan kompetensi masing-masing. Diantaranya adalah kompetensi relatif yang memungkinkan suatu perkara ditangani sesuai dengan ranahnya.

Seperti misalnya perkara perceraian bagi warga negara yang beragama Islam maka penyelesaian perkara dan putusannya akan dilakukan di Pengadilan Agama. Sementara tindak pelanggaran hukum yang dilakukan anggota TNI akan dilakukan di Pengadilan Militer.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah beberapa perangkat lembaga yang ada dalam sistem peradilan di wilayah Indonesia:

1. Peradilan Umum

Peradilan Umum awalnya diatur dengan UU RI No. 2 Tahun 1986. Namun karena dinilai sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat maka dilakukan perubahan dengan menerbitkan UU RI No. 8 Tahun 2004 mengenai perubahan UU RI No. 2 Tahun 1986.

Berdasarkan pada Undang-Undang tersebut, maka kekuasaan kehakiman yang berlaku di lingkungan peradilan umum akan dilaksanakan oleh tiga tingkatan lembaga hukum, yaitu Pengadilan Negeri (ibukota kabupaten/kota), Pengadilan Tinggi (ibukota provinsi) dan MA.

Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya.

Peradilan umum meliputi:

  1. Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi.

 

Tugas Pokok dan Fungsi

Pengadilan Tinggi sebagai kawal depan (Voorj post) Mahkamah Agung selaku salah satu kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum mempunyai tugas dan kewenangan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, dalam pasal 51 menyatakan :

1.     Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perkara perdata di Tingkat Banding.

2.     Pengadilan Tinggi juga bertugas dan berwenang mengadili di Tingkat Pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.

Dalam melaksanakan tugas dan kewenangan tersebut, Pengadilan Tinggi menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

Fungsi Mengadili (judicialpower), yakni memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Tinggi dalam tingkat banding, dan berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir “sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.”

 

Fungsi Pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada jajaran Pengadilan Negeri yang berada di wilayah hukumnya, baik menyangkut teknik yustisial, administrasi peradilan, maupun administrasi umum, perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan.

 

Fungsi Pengawasan, yakni mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera/Sekretaris, Panitera Pengganti, dan Jurusita/Jurusita Pengganti di daerah hukumnya serta pengawasan dalam hal fungsi peradilan di tingkat Pengadilan Negeri agar sistem peradilan dapat diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya dan terhadap pelaksanaan administrasi umum kesekretariatan serta pembangunan (vide UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).

 

Fungsi Administratif, yakni menyelenggarakan administrasi umum, keuangan, dan kepegawaian serta lainnya untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok teknis peradilan dan administrasi peradilan.

 

Fungsi Lainnya :

a)    Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya.

b)    Pelayanan pelaksanaan registrasi Pengacara Praktek kuasa insidentill yang akan beracara di Pengadilan Negeri se-wilayah Pengadilan Tinggi.

 

  1. Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dengan daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota.

 

Tugas dan Wewenang Pengadilan Negeri Tugas dan wewenang Pengadilan Negeri tercantum dalam UU Nomor 2 Tahun 1986 Pasal 50, yang berbunyi: "Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama." 

Berdasarkan bunyi UU tersebut, maka tugas dan wewenang Pengadilan Negeri ialah memeriksa, memutus serta menyelesaikan perkara pidana dan perdata untuk rakyat pencari keadilan pada umumnya, kecuali jika UU menentukan hal lainnya.

Contoh perkara pidana yang bisa ditangani oleh Pengadilan Negeri ialah kasus perkelahian, pelecehan seksual, pencurian, pelanggaran lalu lintas, kekerasan dalam rumah tangga, dan lain sebagainya. Sedangkan contoh perkara perdata yang bisa ditangani oleh Pengadilan Negeri ialah kasus pencemaran nama baik, warisan, sengketa lahan atau tanah, hak asuh anak, dan lain sebagainya.

Fungsi Pengadilan Negeri Dilansir dari situs Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Pengadilan Negeri memiliki lima fungsi utama, yakni:

1.     Fungsi mengadili atau judicial power 

Fungsi ini berarti Pengadilan Negeri menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan perkara yang menjadi kewenangkan pengadilan tingkat pertama.

2.     Fungsi pembinaan

Fungsi ini berarti Pengadilan Negeri memberi pengarahan, bimbingan serta petunjuk kepada pejabat struktural serta fungsional yang berada di bawah jajarannya.

Bimbingan ini bisa menyangkut permasalahan yudisial, administrasi peradilan, pembangunan, keuangan, perlengkapan serta perencanaan teknologi informasi.

3.     Fungsi pengawasan

Fungsi ini berarti Pengadilan Negeri melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti serta Jurusita di bawah jajarannya. Tujuannya supaya peradilan dapat diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya terhadap pelaksanaan admistrasi umum, kesekretariatan dan pembangunan.

4.     Fungsi nasihat

Fungsi ini berarti Pengadilan Negeri memberi pertimbangan serta nasihat mengenai hukum kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, jika diminta.

5.     Fungsi administratif

Fungsi ini berarti Pengadilan Negeri melaksanakan administrasi peradilan, baik teknis maupun persidangan, administrasi umum (perencanaan teknologi informasi atau pelaporan, kepegawaian serta keuangan.

6.     Selain lima fungsi di atas, Pengadilan Negeri juga mempunyai fungsi lainnya, yakni mengadakan penyuluhan hukum, pelayanan berupa riset atau penelitian, dan lain sebagainya yang mana seluruh fungsi ini ditujukan untuk masyarakat luas.

Adapun pelaksanaan fungsi ini harus disesuaikan dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 1-144/KMA/SK/I/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan, sebagai pengganti Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.

 

  1. Pengadilan khusus lainnya (spesialisasi, misalnya : Pengadilan Hubungan(PHI), Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Ekonomi,    Pengadilan Pajak, Pengadilan Lalu Lintas Jalan dan Pengadilan anak.

Pengadilan Negeri (biasa disingkat: PN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.

Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat pencari keadilan pada umumnyaWilayah hukum Pengadilan Negeri meliputi semua wilayah kota dan Kabupaten yang bersangkutan.

 

 

2. Peradilan Agama

Sistem peradilan agama di Indonesia sebelumnya diatur melalui UU RI no. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama serta UU RI No. 3 Tahun 2003 tentang Perubahan UU No. 5 tahun 1989, dan UU RI No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU No. 7 Tahun 1989.

Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa kekuasaan kehakiman yang berlaku di lingkungan peradilan agama dilaksanakan Pengadilan Agama di tingkat ibukota kabupaten/kota, Pengadilan Tinggi Agama di provinsi dan terakhir di Mahkamah Agung.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan dalam pasal 24 ayat (2) bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung bersama badan peradilan lainnya di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer, merupakan salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam.

Pengadilan Agama Sumber yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Fungsi Peradilan Agama

Di samping tugas pokok dimaksud di atas, Pengadilan AgamaSumber mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut:

·         Fungsi mengadili (judicial power), yakni menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat pertama (vide: Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).

·         Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik menyangkut teknis yudisial, administrasi peradilan, maupun administrasi umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan.(vide: Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 jo. KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).

·         Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, dan Jurusita/Jurusita Pengganti di bawah jajarannya agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dansewajarnya (vide: Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006) dan terhadap pelaksanaan administrasi umum kesekretariatan serta pembangunan. (vide: KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).

·         Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta. (vide: Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006).

·         Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan (teknis dan persidangan), dan administrasi umum (kepegawaian, keuangan, dan umum/perlengkapan) (vide: KMA Nomor KMA/080/ VIII/2006).

Fungsi Lainnya:

·         Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas hisab dan rukyat dengan instansi lain yang terkait, seperti DEPAG, MUI, Ormas Islam dan lain-lain (vide: Pasal 52 A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).

·         Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya serta memberi akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat dalam era keterbukaan dan Transparansi Informasi Peradilan, sepanjang diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/144/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.

a.     Pengadilan Tinggi Agama

Tugas PTA

Pengadilan Tinggi Agama bertugas dan berwenang mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding. Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yakni menyangkut perkara-perkara:

1.     Perkawinan;

2.     Waris;

3.     Wasiat;

4.     Hibah;

5.     Wakaf;

6.     Zakat;

7.     Infaq;

8.     Shadaqah; dan

9.     Ekonomi Syari'ah.

Fungsi PTA

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Pengadilan Tinggi Agama mempunyai fungsi sebagai berikut :

1.     Fungsi Mengadili (judicial power), yakni memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding, dan berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir "sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Agama di daerah hukumnya". (vide : pasal 49, 51 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo UU No. 3 Tahun 2006)

2.     Fungsi Pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada jajaran Pengadilan Agama yang berada di wilayah hukumnya, baik menyangkut teknik yustisial, administrasi peradilan, maupun administrasi umum, perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan. (vide : pasal 53 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo UU No. 3 Tahun 2006)

3.     Fungsi Pengawasan, yakni mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, dan Jurusita/Jurusita Pengganti di daerah hukumnya serta terhadap jalannya peradilan ditingkat Peradilan Agama agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya (vide : pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo UU No. 3 Tahun 2006 dan terhadap pelaksanaan administrasi umum kesekretariatan serta pembangunan (vide UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman).

4.     Fungsi Nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta. (vide ; pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo UU No. 3 Tahun 2006).

5.     Fungsi Administratif, yakni menyelenggarkan administrasi umum, keuangan, dan kepegawaian serta lainnya untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok teknis peradilan dan administrasi peradilan.

6.     Fungsi Lainnya seperti memberikan Pelayanaan penyuluhan hukum, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya. (vide : Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/004/SK/II/1991)

 

b.    Pengadilan Agama

TUGAS POKOK DAN FUNGSI PERADILAN AGAMA

Pengadilan Agama, yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, serta wakaf dan shadaqah, sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Pengadilan Agama mempunyai fungsi sebagai berikut :

1.     Memberikan pelayanan teknis yustisial dan administrasi kepaniteraan bagi perkara tingkat pertama serta penyitaan dan eksekusi .

2.     Memberikan pelayanan dibidang administrasi perkara banding, kasasi dan peninjauan kembali serta administrasi peradilan lainnya .

3.     Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di lingkungan Pengadilan Agama (umum, kepegawaian dan keuangan kecuali biaya perkara)

4.     Memberikan Keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum Islam pada Instansi Pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta sebagaimana diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama

5.     Memberikan pelayanan penyelesaian permohonan pertolongan pembagian harta peninggalan diluar sengketa antara orang-orang yang beragama Islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam sebagaimana diatur dalam Pasal 107 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3  Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama .

6.     Waarmerking Akta Keahliwarisan di bawah tangan untuk pengambilan deposito/ tabungan, pensiunan dan sebagainya .

7.     Pelaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti penyuluhan hukum, pelaksanaan hisab rukyat, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya.

c.     s

3. Peradilan Militer

Jenis sistem peradilan di Indonesia selanjutnya adalah Peradilan Militer yang telah diatur dalam UU RI No. 31 Tahun 1997. Di dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa kekuasaan kehakiman yang ada di lingkungan peradilan militer meliputi beberapa pengadilan.

Yaitu Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, kemudian Pengadilan Militer Utama dan berikutnya adalah Pengadilan Militer Pertempuran. Selain itu dikenal pula lembaga yang disebut Oditurat.

Fungsinya adalah melakukan kekuasaan pemerintahan di lingkungan militer dalam hal penyidikan dan penuntutan berdasarkan pelimpahan wewenang dari Panglima TNI.

 Peradilan Militer merupakan peradilan khusus bagi prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pengadilan dalam lingkup ini meliputi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Umum, dan Pengadilan Militer Pertempuran.

Peradilan Militer diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Dalam undang-undang ini diatur tentang ketentuan-ketentuan umum, susunan pengadilan, kekuasaan oditurat, hukum acara Pidana Militer, hukum acara Tata Usaha Militer, dan ketentuan-ketentuan lain.

kedudukan dan tempat Peradilan Militer melaksankan kekuasannya di lingkungan Angkatan Bersenjata yang berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Tinggi.

Sementara itu, Pengadilan Militer juga memiliki kewenangan tersendiri. Berikut tiga wewenang yang perlu diketahui sesuai yang tercantum dalam Pasal 9, isinya sebagai berikut:

1. Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana. Dalam hal ini, tindak pidana tersebut meliputi seorang:

  • Prajurit
  • Yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit
  • Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang;
  • Seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

2. Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata.

3. Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang bersangkutan atas permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan, dan sekaligus memutus kedua perkara tersebut dalam satu putusan.

Perlu diketahui bahwa sebelum persidangan militer berlangsung, diperlukan adanya pengaduan, penyidikan, penangkapan, penggeledahan, dan penyerahan terlebih dahulu. Lalu penetapan perkara pidana akan ditegakan oleh Hakim Ketua dalam lingkup pengadilan militer, namun bukan merupakan putusan akhir.

 

4. Peradilan Tata Usaha Negara

Peradilan Tata Usaha Negara sebelumnya telah diatur dalam UU RI No. 5 tahun 1986, namun kemudian dilakukan perubahan melalui UU RI No. 9 Tahun 2004 dan UU RI No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU RI No. 5 Tahun 1986.

Pengadilan Tata Usaha Negara melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang mengemban Tugas Pokok dan memiliki wewenang sebagaimana terdapat dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang isinya sebagai berikut :

“Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan Sengketa Tata Usana Negara di tingkat pertama.”

Sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 memiliki pengertian sebagai berikut :

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang  tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan  Badan atau Pebajat Tata Usaha Negara,  baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Di samping itu selanjutnya untuk melaksanakan tugas pokok dibidang yustisial tersebut Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang juga melaksanakan Fungsi sebagai berikut :

  1. Meneruskan sengketa-sengketa Tata Usaha Negara ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Negara yang berwenang;
  2. Peningkatan kualitas dan profesionalisme Hakim dan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang seiring peningkatan integritas moral dan karakter sesuai pedoman perilaku hakim ( PPH ), kode etik dan Prasetya Hakim Indonesia, guna tercipta dan dilahirkannya putusan-putusan yang dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum dan keadilan, serta memenuhi harapan pera pencari keadilan (justiciabelen);
  3. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Lembaga peradialan guna meningkatkan dan memantapkan martabat dan wibawa Aparatur dan Lembaga Peradilan, sebagai benteng terakhir tegaknya hukum dan keadilan,sesuai dengan UUD 1945;
  4. Memantapkan pemahaman dan pelaksanaan tentang organisasi dan tata kerja kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang, sesuai dengan keputusan Ketua Mahkamah Agung No.KMA/012/SK/III/1993 tanggal 5 Maret 1993 tentang Organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara;
  5. Membina calon hakim dengan memberikan bekal-bekal pengetahuan di bidang hukum dan administrasi Peradilan Tata Usaha Negara,serta pembinaan moral dan etika agar menjadi Hakim yang profesional dan bermartabat.
  6. Melakukan pembinaan pejabat struktural dan fungsional serta pegawai lainnya, baik menyangkut administrasi, teknis, yustisial maupun administrasi umum.
  7. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku hakim dan pegawai lainnya.
  8. Menyelenggarakan sebagian kekuasaan negara di bidang kehakiman.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEMUA POSTINGAN

Tugas dan Tanggung Jawab Pustakawan Sekolah