Sistem Peradilan di Indonesia
Sistem
Peradilan di Indonesia pada hakikatnya adalah suatu mekanisme dari keseluruhan
kompnen peradilan nasional, pihak dalam proses peradilan, hirarki kelembagaan
peradilan, serta komponen lain yang bersifat procedural dan saling berkaitan.
Tujuan sistem peradilan adalah mewujudkan keadilan
hukum.
Pada
dasarnya peradilan bisa diartikan sebagai sebuah proses atau segala sesuatu
yang dijalankan di lingkungan pengadilan. Yaitu yang berkaitan dengan tugas
pemeriksaan, tugas memutus perkara dan penerapan hukum serta keseluruhan
komponen yang ada di dalamnya.
Adapun
tujuan dari sistem peradilan adalah untuk menciptakan kedamaian dalam kehidupan
masyarakat dengan cara mencegah terjadinya kejahatan yang semakin meningkat dan
menghindarkan korban dari aksi kejahatan. Selain itu juga memberikan pelayanan
bagi masyarakat di bidang hukum.
Dengan
sistem peradilan tersebut diharapkan mampu memberikan kepuasan tersendiri dengan
penanganan yang dilakukan secara adil. Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan
utama sistem peradilan nasional adalah untuk menegakkan hukum serta keadilan di
Indonesia.
Adapun
terkait dengan penyelenggaraan peradilan di wilayah hukum Indonesia sudah diatur
dalam UU No. 4 Tahun 2004 mengenai Kekuasaan Kehakiman.
Fungsi Sistem Hukum dan Peradilan di Indonesia
Diterapkannya
sistem hukum dan peradilan yang berlaku di Indonesia memiliki fungsi yang cukup
penting bagi kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Fungsi dari sistem hukum
dan peradilan tersebut antara lain adalah:
- Memberikan
jaminan kepastian hukum bagi setiap individu dalam kehidupan masyarakat.
- Menjamin
keadilan, ketertiban, kedamaian, ketentraman, kebenaran dan kebahagiaan.
- Mencegah agar tidak terjadi aksi main hakim sendiri dalam lingkungan masyarakat
Klasifikasi
Sistem Peradilan di Indonesia
Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, sistem peradilan merupakan sebuah proses yang
dijalankan di lingkungan pengadilan, seperti pemeriksaan, pemutusan perkara,
mengadili, dan penerapan hukum. Dalam hal ini, sistem peradilan yang ada di
Indonesia dibedakan menjadi 4 jenis yaitu:
1.
Lembaga Peradilan Di Bawah MA (Mahkamah Agung)
Dalam hal
ini ada beberapa jenis lembaga peradilan yang berada dibawah naungan Mahkamah
Agung. Diantaranya adalah seperti berikut:
- Peradilan
Umum
Terdiri
dari Pengadilan Negeri di ibukota kabupaten/kota dan Pengadilan Tinggi di
ibukota provinsi.
·
Peradilan Agama
Terdiri
dari Pengadilan Agama di ibukota kabupaten/kota dan Pengadilan Tinggi Agama di
ibukota provinsi.
·
Peradilan Militer
Terdiri
dari Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama,
dan Pengadilan Militer Pertempuran.
·
Peradilan Tata Usaha Negara
Terdiri
dari Pengadilan Tata Usaha Negara di ibukota kabupaten/kota dan Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara di ibukota provinsi.
2. Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahkamah
Konstitusi merupakan lembaga tinggi negara yang berwenang dalam mengoreksi
kinerja lembaga-lembaga negara. Diantaranya bisa dengan melakukan pemanggilan
terhadap pejabat pemerintah dan pejabat negara, maupun masyarakat untuk
dimintai keterangan.
Bersama-sama
dengan lembaga Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi berperan sebagai pemegang
kekuasaan kehakiman di Indonesia. Adapun dasar hukumnya adalah Perubahan Ketiga
UUD 1945.
Perangkat Lembaga dalam Sistem Peradilan di
Indonesia
Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, dalam sistem peradilan yang berlaku di
Indonesia ada beberapa jenis peradilan dengan fungsi dan kompetensi
masing-masing. Diantaranya adalah kompetensi relatif yang memungkinkan suatu
perkara ditangani sesuai dengan ranahnya.
Seperti
misalnya perkara perceraian bagi warga negara yang beragama Islam maka
penyelesaian perkara dan putusannya akan dilakukan di Pengadilan Agama.
Sementara tindak pelanggaran hukum yang dilakukan anggota TNI akan dilakukan di
Pengadilan Militer.
Untuk
lebih jelasnya, berikut ini adalah beberapa perangkat lembaga yang ada dalam
sistem peradilan di wilayah Indonesia:
1. Peradilan Umum
Peradilan
Umum awalnya diatur dengan UU RI No. 2 Tahun 1986. Namun karena dinilai sudah
tidak sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat maka dilakukan perubahan dengan
menerbitkan UU RI No. 8 Tahun 2004 mengenai perubahan UU RI No. 2 Tahun 1986.
Berdasarkan
pada Undang-Undang tersebut, maka kekuasaan kehakiman yang berlaku di
lingkungan peradilan umum akan dilaksanakan oleh tiga tingkatan lembaga hukum,
yaitu Pengadilan Negeri (ibukota kabupaten/kota), Pengadilan Tinggi (ibukota
provinsi) dan MA.
Peradilan
Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang menjalankan
kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya.
Peradilan
umum meliputi:
- Pengadilan
Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah hukum meliputi
wilayah provinsi.
Tugas Pokok dan
Fungsi
Pengadilan Tinggi
sebagai kawal depan (Voorj post) Mahkamah Agung selaku salah satu
kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum mempunyai tugas dan kewenangan
sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang
Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum,
dalam pasal 51 menyatakan :
1. Pengadilan
Tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perkara perdata di
Tingkat Banding.
2. Pengadilan
Tinggi juga bertugas dan berwenang mengadili di Tingkat Pertama dan terakhir
sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.
Dalam melaksanakan
tugas dan kewenangan tersebut, Pengadilan Tinggi menyelenggarakan fungsi
sebagai berikut :
Fungsi Mengadili (judicialpower),
yakni memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang menjadi kewenangan
Pengadilan Tinggi dalam tingkat banding, dan berwenang mengadili di tingkat
pertama dan terakhir “sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Negeri di
daerah hukumnya.”
Fungsi Pembinaan,
yakni memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada jajaran Pengadilan
Negeri yang berada di wilayah hukumnya, baik menyangkut teknik yustisial,
administrasi peradilan, maupun administrasi umum, perlengkapan, keuangan,
kepegawaian, dan pembangunan.
Fungsi Pengawasan,
yakni mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim,
Panitera/Sekretaris, Panitera Pengganti, dan Jurusita/Jurusita Pengganti di
daerah hukumnya serta pengawasan dalam hal fungsi peradilan di tingkat
Pengadilan Negeri agar sistem peradilan dapat diselenggarakan dengan seksama
dan sewajarnya dan terhadap pelaksanaan administrasi umum kesekretariatan serta
pembangunan (vide UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
Fungsi Administratif,
yakni menyelenggarakan administrasi umum, keuangan, dan kepegawaian serta
lainnya untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok teknis peradilan dan
administrasi peradilan.
Fungsi Lainnya :
a) Pelayanan
penyuluhan hukum, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya.
b) Pelayanan
pelaksanaan registrasi Pengacara Praktek kuasa insidentill yang akan beracara
di Pengadilan Negeri se-wilayah Pengadilan Tinggi.
- Pengadilan
Negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dengan daerah hukum
meliputi wilayah kabupaten/kota.
Tugas
dan Wewenang Pengadilan Negeri Tugas dan wewenang Pengadilan Negeri tercantum
dalam UU Nomor 2 Tahun 1986 Pasal 50, yang berbunyi: "Pengadilan Negeri
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan
perkara perdata di tingkat pertama."
Berdasarkan
bunyi UU tersebut, maka tugas dan wewenang Pengadilan Negeri ialah memeriksa,
memutus serta menyelesaikan perkara pidana dan perdata untuk rakyat pencari
keadilan pada umumnya, kecuali jika UU menentukan hal lainnya.
Contoh
perkara pidana yang bisa ditangani oleh Pengadilan Negeri ialah kasus
perkelahian, pelecehan seksual, pencurian, pelanggaran lalu lintas, kekerasan dalam
rumah tangga, dan lain sebagainya. Sedangkan contoh perkara perdata yang bisa
ditangani oleh Pengadilan Negeri ialah kasus pencemaran nama baik, warisan,
sengketa lahan atau tanah, hak asuh anak, dan lain sebagainya.
Fungsi
Pengadilan Negeri Dilansir dari situs Pengadilan Negeri Jakarta
Timur, Pengadilan Negeri memiliki lima fungsi utama, yakni:
1.
Fungsi mengadili atau judicial power
Fungsi ini berarti Pengadilan Negeri menerima, memeriksa,
mengadili serta menyelesaikan perkara yang menjadi kewenangkan pengadilan
tingkat pertama.
2.
Fungsi pembinaan
Fungsi ini berarti Pengadilan Negeri memberi pengarahan,
bimbingan serta petunjuk kepada pejabat struktural serta fungsional yang berada
di bawah jajarannya.
Bimbingan ini bisa menyangkut permasalahan yudisial,
administrasi peradilan, pembangunan, keuangan, perlengkapan serta perencanaan
teknologi informasi.
3.
Fungsi pengawasan
Fungsi ini berarti Pengadilan Negeri melakukan pengawasan
atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera
Pengganti serta Jurusita di bawah jajarannya. Tujuannya supaya peradilan
dapat diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya terhadap pelaksanaan
admistrasi umum, kesekretariatan dan pembangunan.
4.
Fungsi nasihat
Fungsi ini berarti Pengadilan Negeri memberi pertimbangan
serta nasihat mengenai hukum kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya,
jika diminta.
5.
Fungsi administratif
Fungsi ini berarti Pengadilan Negeri melaksanakan
administrasi peradilan, baik teknis maupun persidangan, administrasi umum
(perencanaan teknologi informasi atau pelaporan, kepegawaian serta keuangan.
6.
Selain lima fungsi di atas, Pengadilan Negeri juga mempunyai
fungsi lainnya, yakni mengadakan penyuluhan hukum, pelayanan berupa riset atau
penelitian, dan lain sebagainya yang mana seluruh fungsi ini ditujukan untuk
masyarakat luas.
Adapun pelaksanaan fungsi ini
harus disesuaikan dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor
1-144/KMA/SK/I/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan, sebagai
pengganti Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 144/KMA/SK/VIII/2007
tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.
- Pengadilan
khusus lainnya (spesialisasi, misalnya : Pengadilan Hubungan(PHI),
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan
Ekonomi, Pengadilan Pajak, Pengadilan Lalu Lintas Jalan
dan Pengadilan anak.
Pengadilan
Negeri (biasa disingkat: PN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan
Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.
Sebagai
Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri berfungsi untuk memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat pencari
keadilan pada umumnya. Wilayah hukum Pengadilan Negeri meliputi
semua wilayah kota dan Kabupaten yang bersangkutan.
2. Peradilan Agama
Sistem
peradilan agama di Indonesia sebelumnya diatur melalui UU RI no. 7 tahun 1989
tentang Peradilan Agama serta UU RI No. 3 Tahun 2003 tentang Perubahan UU No. 5
tahun 1989, dan UU RI No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU No. 7 Tahun
1989.
Dalam
Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa kekuasaan kehakiman yang berlaku di
lingkungan peradilan agama dilaksanakan Pengadilan Agama di tingkat ibukota
kabupaten/kota, Pengadilan Tinggi Agama di provinsi dan terakhir di Mahkamah
Agung.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan dalam pasal 24 ayat (2)
bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu lingkungan peradilan yang berada di
bawah Mahkamah Agung bersama badan peradilan lainnya di lingkungan Peradilan
Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer, merupakan salah satu
badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan hukum dan
keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang
beragama Islam.
Pengadilan
Agama Sumber yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah,
wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam
pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Fungsi
Peradilan Agama
Di samping tugas
pokok dimaksud di atas, Pengadilan AgamaSumber mempunyai fungsi, antara lain
sebagai berikut:
·
Fungsi mengadili (judicial power),
yakni menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara yang
menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat pertama (vide: Pasal 49
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
·
Fungsi pembinaan, yakni memberikan
pengarahan, bimbingan, dan petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional di
bawah jajarannya, baik menyangkut teknis yudisial, administrasi peradilan,
maupun administrasi umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan
pembangunan.(vide: Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 jo. KMA
Nomor KMA/080/VIII/2006).
·
Fungsi pengawasan, yakni mengadakan
pengawasan melekat atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera,
Sekretaris, Panitera Pengganti, dan Jurusita/Jurusita Pengganti di bawah
jajarannya agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dansewajarnya (vide: Pasal
53 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006) dan terhadap pelaksanaan
administrasi umum kesekretariatan serta pembangunan. (vide: KMA Nomor
KMA/080/VIII/2006).
·
Fungsi nasehat, yakni memberikan
pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di
daerah hukumnya, apabila diminta. (vide: Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang No. 3
Tahun 2006).
·
Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan
administrasi peradilan (teknis dan persidangan), dan administrasi umum
(kepegawaian, keuangan, dan umum/perlengkapan) (vide: KMA Nomor KMA/080/
VIII/2006).
Fungsi Lainnya:
·
Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas
hisab dan rukyat dengan instansi lain yang terkait, seperti DEPAG, MUI, Ormas
Islam dan lain-lain (vide: Pasal 52 A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
·
Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan
riset/penelitian dan sebagainya serta memberi akses yang seluas-luasnya bagi
masyarakat dalam era keterbukaan dan Transparansi Informasi Peradilan,
sepanjang diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor
KMA/144/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.
a.
Pengadilan Tinggi Agama
Tugas PTA
Pengadilan Tinggi Agama
bertugas dan berwenang mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan
Agama dalam tingkat banding. Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006, tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yakni menyangkut perkara-perkara:
1. Perkawinan;
2. Waris;
3. Wasiat;
4. Hibah;
5. Wakaf;
6. Zakat;
7. Infaq;
8. Shadaqah;
dan
9. Ekonomi
Syari'ah.
Fungsi PTA
Untuk melaksanakan
tugas pokok tersebut, Pengadilan Tinggi Agama mempunyai fungsi sebagai berikut
:
1. Fungsi
Mengadili (judicial power), yakni memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang
menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding, dan berwenang
mengadili di tingkat pertama dan terakhir "sengketa kewenangan mengadili
antara Pengadilan Agama di daerah hukumnya". (vide : pasal 49, 51
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo UU No. 3 Tahun 2006)
2. Fungsi
Pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada jajaran
Pengadilan Agama yang berada di wilayah hukumnya, baik menyangkut teknik
yustisial, administrasi peradilan, maupun administrasi umum, perlengkapan,
keuangan, kepegawaian, dan pembangunan. (vide : pasal 53 ayat (3) Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1989 jo UU No. 3 Tahun 2006)
3. Fungsi
Pengawasan, yakni mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku
Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, dan Jurusita/Jurusita
Pengganti di daerah hukumnya serta terhadap jalannya peradilan ditingkat
Peradilan Agama agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya
(vide : pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo UU No. 3
Tahun 2006 dan terhadap pelaksanaan administrasi umum kesekretariatan serta
pembangunan (vide UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman).
4. Fungsi
Nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum islam kepada
instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta. (vide ; pasal 52 ayat
(1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo UU No. 3 Tahun 2006).
5. Fungsi
Administratif, yakni menyelenggarkan administrasi umum, keuangan, dan
kepegawaian serta lainnya untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok teknis
peradilan dan administrasi peradilan.
6. Fungsi
Lainnya seperti memberikan Pelayanaan penyuluhan hukum, pelayanan
riset/penelitian dan sebagainya. (vide : Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI
Nomor KMA/004/SK/II/1991)
b.
Pengadilan Agama
TUGAS POKOK DAN
FUNGSI PERADILAN AGAMA
Pengadilan
Agama, yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan
hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, serta wakaf dan shadaqah,
sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Undang-undang
Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama.
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut,
Pengadilan Agama mempunyai fungsi sebagai berikut :
1.
Memberikan
pelayanan teknis yustisial dan administrasi kepaniteraan bagi perkara tingkat
pertama serta penyitaan dan eksekusi .
2.
Memberikan
pelayanan dibidang administrasi perkara banding, kasasi dan peninjauan kembali
serta administrasi peradilan lainnya .
3.
Memberikan
pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di lingkungan Pengadilan Agama
(umum, kepegawaian dan keuangan kecuali biaya perkara)
4.
Memberikan
Keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum Islam pada Instansi
Pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta sebagaimana diatur dalam Pasal
52 Undang-Undang
Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama
5.
Memberikan
pelayanan penyelesaian permohonan pertolongan pembagian harta peninggalan
diluar sengketa antara orang-orang yang beragama Islam yang dilakukan
berdasarkan hukum Islam sebagaimana diatur dalam Pasal 107 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama .
6.
Waarmerking Akta
Keahliwarisan di bawah tangan untuk pengambilan deposito/ tabungan, pensiunan
dan sebagainya .
7.
Pelaksanakan
tugas-tugas pelayanan lainnya seperti penyuluhan hukum, pelaksanaan hisab
rukyat, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya.
c.
s
3.
Peradilan Militer
Jenis
sistem peradilan di Indonesia selanjutnya adalah Peradilan Militer yang telah
diatur dalam UU RI No. 31 Tahun 1997. Di dalam Undang-Undang tersebut
dijelaskan bahwa kekuasaan kehakiman yang ada di lingkungan peradilan militer
meliputi beberapa pengadilan.
Yaitu
Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, kemudian Pengadilan Militer
Utama dan berikutnya adalah Pengadilan Militer Pertempuran. Selain itu dikenal
pula lembaga yang disebut Oditurat.
Fungsinya
adalah melakukan kekuasaan pemerintahan di lingkungan militer dalam hal
penyidikan dan penuntutan berdasarkan pelimpahan wewenang dari Panglima TNI.
Peradilan Militer merupakan
peradilan khusus bagi prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pengadilan
dalam lingkup ini meliputi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi,
Pengadilan Militer Umum, dan Pengadilan Militer Pertempuran.
Peradilan Militer
diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Dalam
undang-undang ini diatur tentang ketentuan-ketentuan umum, susunan pengadilan,
kekuasaan oditurat, hukum acara Pidana Militer,
hukum acara Tata Usaha Militer, dan ketentuan-ketentuan lain.
kedudukan dan
tempat Peradilan Militer melaksankan kekuasannya di lingkungan Angkatan
Bersenjata yang berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Tinggi.
Sementara itu,
Pengadilan Militer juga memiliki kewenangan tersendiri. Berikut tiga wewenang
yang perlu diketahui sesuai yang tercantum dalam Pasal 9, isinya sebagai
berikut:
1.
Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan
tindak pidana. Dalam hal ini, tindak pidana tersebut meliputi seorang:
- Prajurit
- Yang berdasarkan undang-undang
dipersamakan dengan Prajurit
- Anggota suatu golongan atau
jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit
berdasarkan undang-undang;
- Seseorang yang tidak masuk
golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi atas keputusan Panglima
dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan
dalam lingkungan peradilan militer.
2.
Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata.
3.
Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang bersangkutan
atas permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh
tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan, dan sekaligus memutus kedua perkara
tersebut dalam satu putusan.
Perlu
diketahui bahwa sebelum persidangan militer berlangsung, diperlukan adanya
pengaduan, penyidikan, penangkapan, penggeledahan, dan penyerahan terlebih
dahulu. Lalu penetapan perkara pidana akan
ditegakan oleh Hakim Ketua dalam lingkup pengadilan militer, namun bukan
merupakan putusan akhir.
4.
Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan
Tata Usaha Negara sebelumnya telah diatur dalam UU RI No. 5 tahun 1986, namun
kemudian dilakukan perubahan melalui UU RI No. 9 Tahun 2004 dan UU RI No. 51
Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU RI No. 5 Tahun 1986.
Pengadilan
Tata Usaha Negara melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata
Usaha Negara melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara.
Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang mengemban
Tugas Pokok dan memiliki wewenang sebagaimana terdapat dalam Pasal 50
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 jo.
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang
isinya sebagai berikut :
“Pengadilan Tata Usaha
Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
Sengketa Tata Usana Negara di tingkat pertama.”
Sengketa Tata Usaha Negara
sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 51
Tahun 2009 memiliki pengertian sebagai berikut :
“Sengketa Tata Usaha
Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara
antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pebajat Tata
Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Di samping itu selanjutnya untuk melaksanakan tugas
pokok dibidang yustisial tersebut Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang juga
melaksanakan Fungsi sebagai berikut :
- Meneruskan sengketa-sengketa
Tata Usaha Negara ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara Negara yang berwenang;
- Peningkatan kualitas dan
profesionalisme Hakim dan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang
seiring peningkatan integritas moral dan karakter sesuai pedoman perilaku
hakim ( PPH ), kode etik dan Prasetya Hakim Indonesia, guna tercipta dan
dilahirkannya putusan-putusan yang dapat dipertanggungjawabkan menurut
hukum dan keadilan, serta memenuhi harapan pera pencari keadilan
(justiciabelen);
- Meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap Lembaga peradialan guna meningkatkan dan memantapkan
martabat dan wibawa Aparatur dan Lembaga Peradilan, sebagai benteng
terakhir tegaknya hukum dan keadilan,sesuai dengan UUD 1945;
- Memantapkan pemahaman dan
pelaksanaan tentang organisasi dan tata kerja kepaniteraan Pengadilan Tata
Usaha Negara Semarang, sesuai dengan keputusan Ketua Mahkamah Agung
No.KMA/012/SK/III/1993 tanggal 5 Maret 1993 tentang Organisasi dan tata
kerja Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara;
- Membina calon hakim dengan
memberikan bekal-bekal pengetahuan di bidang hukum dan administrasi
Peradilan Tata Usaha Negara,serta pembinaan moral dan etika agar menjadi
Hakim yang profesional dan bermartabat.
- Melakukan pembinaan pejabat
struktural dan fungsional serta pegawai lainnya, baik menyangkut administrasi,
teknis, yustisial maupun administrasi umum.
- Melakukan pengawasan atas
pelaksanaan tugas dan tingkah laku hakim dan pegawai lainnya.
- Menyelenggarakan sebagian
kekuasaan negara di bidang kehakiman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar